REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA), menyatakan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau 2015-2020 memungkinkan dapat dicabut oleh Presiden. Statusnya yang bukan produk hukum menguatkan potensi pencabutan itu.
Perwakilan SAPTA, Todung Mulya Lubis, mengatakan Presiden Jokowi memiliki hak untuk mencabut Permenperin. "Soal mencabut, bisa saja. Itu hak Presiden. Sebab peraturan menteri bukan produk hukum," ungkap Todung kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/3).
Selain itu, pihaknya menyebut ada alasan kuat lain yang memungkinkan adanya pencabutan Permenperin. Alasan yang dimaksud adalah posisi Permenperin yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan.
"Dengan kondisi seperti ini, Presiden sebaiknya menjadi penengah dengan mempertimbangkan keberlangsungan salah satu aturan. Yang kami dorong adalah pengendalian industri rokok secara jangka panjang. Kami dorong pemberlakuan Permenperin dapat dipertimbangkan," tutur Todung.
Berdasarkan data yang dihimpun SAPTA, jumlah perokok aktif di Indonesia saat ini mencapai 60 juta jiwa. Jumlah prakiraan biaya untuk penyembuhan gangguan kesehatan masyarakat akibat rokok lebih dari Rp 300 triliun.
Sebelumnya, sejumlah advokat dan perwakilan masyarakat mengajukan judicial review atas Permenperin Produksi Tembakau. Permohonan uji materi disampaikan langsung kepada Mahkamah Agung (MA), Kamis siang.