REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sidang gugatan praperadilan terkait kasus dugaan korupsi dana hibah KADIN Jawa Timur yang menjerat La Nyalla Mattalitti kembali digelar di Pengadilan Negri Surabaya pada Kamis (7/4). Sidang diawali dengan penyerahan alat bukti dari pemohon dan termohon kepada hakim tunggal Ferdinandus.
Selanjutnya sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak pemohon. Dalam hal ini, Kuasa Hukum La Nyalla menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Edward Umar Syarif dan Dosen Hukum Universitas Islam Indonesia, Arif Setiawan.
Dicecar sejumlah pertanyaan baik dari pihak pemohon dan termohon, Edward Umar Syarif menjelaskan penetapan tersangka oleh penyidik selain harus ada dua alat bukti juga terlebih dahulu harus ada pemeriksaan sebagai saksi terhadap calon tersangka.
"Sebagaimana putusan MK ketika seseorang akan ditetapkan sebagai tersangka, maka harus ditetapkan dulu sebagai saksi. Terkecuali dalam kasus tangkap tangan. Konsekuensinya kalau itu tidak dilakukan maka penetapan tersangka oleh penyidik tidak sah atau ilegal," tutur Edward.
Ia juga menjelaskan seseorang tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka pada kasus yang sudah diputus. Menurutnya, ketika ada sprindik baru maka tidak dapat langsung ditetapkan tersangka tanpa adanya pemeriksaan terlebih dulu. "Perlu ada pemeriksaan sebagai saksi pada perkara yang sudah diputus. Kecuali kalau x sudah pernah diperiksa sebelumnya," tuturnya.
Edward juga mengatakan terkait surat pemanggilan pemeriksaan, penyidik perlu mencantumkan keterangan jelas terkait alasan pemanggilan yang dilakukan penyidik.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka dalam kasus dugaan dana hibah Pemprov Jatim kepada KADIN Jatim senilai Rp 5 miliar. Dana tersebut diduga diselewengkan dalam pembelian saham Bank Jatim pada 2012. Sebelumnya dalam kasus yang sama, Kejati telah menetapkan terlebih dahulu dua petinggi KADIN yakni Diar Kusumaputra dan Nelson Sembiring.