REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membeberkan sejumlah bukti terkait dugaan perkara korupsi yang dilakukan oleh La Nyalla Mattalitti. Dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka La Nyalla dalam kasus korupsi dana hibah KADIN Jatim di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (6/3), termohon yakni Kejati Jatim memberikan jawaban.
Kejati memaparkan materi pokok perkara yang membuat La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka. Kejati Jatim yang diwakili oleh Jaksa Rhein e Singal mengungkapkan adanya pengucuran hibah yang diperoleh Kadin Jatim dari Pemprov setempat setiap tahun, dari tahun 2011 hingga 2014.
Nilai hibah yang diterima total Rp 48 miliar. Dana hibah itu usai KADIN mengajukan proposal yang disetujui Pemprov Jatim. Kata Rhein hibah tersebut semestinya digunakan untuk kegiatan sesuai peruntukan dalam proposal. Namun, pada 2012, hibah sebesar Rp 5 miliar digunakan untuk kepentingan lain.
"Menggunakan dana hibah sebesar Rp 5 miliar untuk kepentingan pembelian saham IPO Bank Jatim atas nama pribadi, La Nyalla Mahmud Mattalitti, pada tanggal 6 Juli 2012," paparnya.
Lebih lanjut ia membeberkan proses penerimaan uang hibah hingga dibelikan saham. Ia mengatakan setelah proposal disetujui, lalu disalurkanlah uang langsung dari kas Pemprov Jatim ke rekening Kadin setempat di Bank Jatim.
Pada 6 Juli 2012, lanjut jaksa, uang hibah sebesar Rp 5 miliar lebih dipindahkan dari rekening Kadin Jatim ke rekening pribadi La Nyalla Mattalitti untuk kepentingan pembelian 12.340.500 lembar saham IPO Bank Jatim.
"Itu melanggar Pasal 19 ayat (1) UU No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah," tuturnya.
Selain itu termohon juga membeberkan soal penjualan 12.340.500 lembar saham IPO Bank Jatim yang dilakukan La Nyalla selama empat kali pada Februari 2013, dengan nilai total hasil penjualan Rp 6,1 miliar. Untung Rp 1,1 miliar dari saat saham dibeli, Rp 5 miliar.
"Selisih (keuntungan) Rp 1,105 miliar dinikmati selaku pribadi oleh saudara termohon (La Nyalla) dengan menggunakan uang negara. Seharusnya, selisih tersebut menjadi milik negara," kata jaksa.
Kendati demikian bukti yang dibeberkan termohon belum semuanya. Sebab termohon beranggapan bukti lain yang tidak disampaikan di praperadilan lebih tepat dibuka pada sidang mareri pokok perkara di pengadilan.