REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analisis mengenai dampai lingkungan (AMDAL) reklamasi pantai utara Jakarta dinilai tidak transpar. Hingga kini, pemerintah belum mempublikasikan AMDAL tersebut.
"AMDAL-nya ya begitu, seperti ada dan tiada. Walau mereka klaim punya, tapi kami tidak pernah tahu," kata pengamat lingkungan sekaligus Dewan Pembina Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI Jakarta Ubaidillah saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/4).
Dia menyebut apabila AMDAL tersebut ada, hendaknya dipublikasikan atau dicantumkan di dalam website pemerintah sehingga masyarakat bisa melihat secara gamblang. AMDAL tersebut harus menjawab persoalan yang selama ini dipermasalahkan seperti banjir, utilitas, transportasi, air bersih, dan lainnya.
"Harus terbuka," kata dia.
Beberapa waktu lalu, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diduga menerima suap dari perusahaan pengembang reklamasi pantai utara Jakarta. Kasus ini, kata Ubaidillah, mestinya menjadi momentum untuk mengevaluasi, mengaudit, bahkan memoratorium proyek tersebut.
Hal ini bertujuan agar semua persoalan menjadi terang-benderang, sejak awal dilakukannya reklamasi hingga sekarang. Regulasi perihal reklamasi bermula pada 1990-an. Namun fisik pelaksanaannya baru berjalan pada 2004.