REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Harga jual gabah kering hasil panen petani di Jawa Tengah saat musim penghujan ini dinilai terus terpuruk, bahkan ada yang menyentuh Rp 2.600 per kilogram. Situasi ini pun dikeluhkan para petani lantaran harga jual belum menutup biaya produksinya.
Kondisi harga gabah petani yang anjlok ini menjadi perhatian Anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah Ikhsan Mustofa. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk turun tangan dalam menstabilkan harga gabah kering di tingkat petani. “Harga gabah kering yang hanya sebesar Rp 2.600 per kilogram ini sulit bagi para petani untuk dapat menutup total biaya pemeliharaan tanaman padi dan sawah yang ditanami,” kata dia di Semarang, Jumat (1/4).
Berdasarkan pantauan anggota dewan di lapangan, harga jual terendah gabah kering per Maret mencapai Rp 2.600 per kilogram di wilayah Kabupaten Tegal dan Kabupaten Demak. Selain di sana, anjloknya harga gabah juga terjadi di Kabupaten Blora yang hanya sebesar Rp 2.800 per kilogram, serta di Kabupaten Sragen yang harga jualnya Rp 3.200 per kilogram. Sedangkan di sejumlah daerah harga gabah hanya ditawarkan dengan kisaran Rp 3.300 hingga Rp 3.600 per kilogram. “Ini masih jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) GKP yang mencapai Rp 3.700 per kilogram,” ujar dia.
Mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah atau Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani memang dihargai Rp 3.700, sedangkan di tingkat penggilingan Rp 3.750 per kilogram. Itu pun untuk gabah kering dengan kualitas kadar air maksimum 25 persen dan kadar hampa atau kotoran maksimum sepuluh persen.
Pemerintah belum mengeluarkan HPP baru, dan saat ini ternyata harga gabah anjlok. Menurut Ikhsan, jatuhnya harga gabah kering di tingkat petani ini selalu terjadi pada masa panen. Karena itu, ia mengatakan, pemerintah harus hadir untuk membantu para petani supaya bisa merasakan harga yang relatif baik. Menurut dia, walaupun harga gabah kering panen tersebut dilepas pada mekanisme pasar, akan tetapi pemerintah harus tetap hadir untuk mencegah potensi ketidakadilan.