Kamis 31 Mar 2016 20:16 WIB

Soal Kasus Siyono, BNPT: Densus 88 Jangan Dilemahkan

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso (kiri) berbincang dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian (kanan) sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/3).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso (kiri) berbincang dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian (kanan) sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Tito Karnavian meminta kasus tewasnya terduga teroris Siyono jangan sampai melemahkan Densus Antiteror 88 Polri. Mantan kepala Densus 88 ini menjelaskan, kelompok teroris akan menari jika pelemahan tersebut berhasil. 

"Teman-teman anggota Densus 88 Antiteror Mabes Polri, mereka sudah bekerja keras, tidak pulang, dan tanpa pamrih jangan dilemahkan," katanya di Solo, Jawa Tengah, Kamis (31/3). Siyono sebelumnya tewas di tangan Densus 88 pada Maret lalu. Dia dicokok petugas Densus 88 usai Shalat Maghrib di mushola dalam keadaan sehat. Siyono disebut tewas usai berkelahi dengan petugas di dalam mobil yang membawanya.

(Baca: Diduga Teroris, Siyono Pulang Tinggal Jasad).

Bekas Kapolda Metro Jaya itu juga membantah tentang kabar bahwa Densus 88 mendapatkan dukungan dana dari luar negeri terkait dengan penanganan terorisme di Indonesia."Jika kegiatan latihan memang ada, karena kapabilitas kita untuk penanganan terorisme setelah kejadian Bom Bali baru berkembang," kata Tito.

Dia menjelaskan bahwa sebelumnya aparat keamanan khusus antiteror Indonesia masih lemah, misalnya menyangkut deteksi soal IT yang pasti kalah dengan negara maju sehingga hal yang wajar jika Indonesia harus belajar dari negara maju. Dia pun meminta masyarakat tetap harus memberikan dukungan terhadap aparat dalam penanganan terorisme.

"Jika tidak, kelompok teroris akan menari-nari. Pasukan Densus 88 sudah mempelajari semenjak kejadian Bom Bali, dan jaringannya sangat kompleks sekali. Jika ada upaya untuk melemahkan atau mencari kesalahan mereka, berarti tidak mencintai NKRI," katanya.

Mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi menyatakan bahwa pihaknya sudah pernah mengingatkan kepada aparat keamanan untuk tidak bertindak terlalu berlebihan dalam menangani kasus terorisme.

Tindakan aparat yang berlebihan kepada mereka, katanya, akan menambah militan mereka dalam aksi kekerasan. Menurut dia, untuk menangani soal terorisme harus dilakukan sesuai dengan situasi di Indonesia atau untuk kepentingan negara dan bangsa. Ketika aparat melakukan penindakan, katanya, harus disertai data yang lengkap. Karena itu, dia meminta densus tidak memperlakukan seseorang yang masih terduga teroris sebagai teroris.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement