REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz menilai Mukernas yang digelar oleh kubu Muhammad Romahurmuziy alias Romi beberapa waktu lalu ilegal. Sebab, mukernas Romi tidak berlandaskan pada hukum.
"Mukernas II yang digelar oleh kami adalah legal dan mempunyai landasan hukum yakni putusan Mahkamah Agung yang mengesahkan kepengurusannya," kata Djan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (30/3).
DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, di bawah kepengurusan Djan Faridz menggelar acara Mukernas II, Selasa (29/3) malam untuk mempersiapkan PPP menghadapi pemilu dan pilkada. "Sekarang PPP itu mempunyai keputusan Mahkamah Agung, artinya ini keputusan MA ini putusan yang tetap dan inkrah. Setiap tindakan yang melawan keputusan yang final dan inkrah ini, ini adalah perbuatan yang melawan hukum," kata dia.
"Jadi kalau ada keputusan MA menyatakan bahwa muktamar Jakarta adalah yang sah, kalau ada orang yang mengatakan PP yang berbeda dengan keputusan MA itu perbuatan yang melawan hukum," kata Djan.
Karena itu, tambah dia, acara Mukernas yang diselenggarakannya tidak akan mengganggu proses islah yang sedang dilakukan. Pihaknya selalu membuka pintu untuk islah, selama islah itu masih dalam koridor hukum atau keputusan MA.
"Jadi seperti tetangga kami, ngajak kami islah sama-sama mencuri atau merampok bank, tidak mau saya, mau ngapain saya ikut-ikut. Saya ini penduduk yang taat hukum. Sudah ada ketentuan hukum yang dilarang merampok ya taatilah hukum, nah juga begitu ini. Kalau ada orang yang berniat baik pada baik ke keluarga PPP saya ikut," ujar Djan.
Wakil Ketua Umum PPP, Nu'man Abdul menyarankan agar pemerintah melalui Kemenkum HAM di bawah pimpinan Yasonna Laoly taat terhadap keputusan MA karena putusan MA itu sifatnya final dan mengikat.
"Kemenkumham itu tidak boleh ikut campur dalam masalah internal partai. Kewenangan yang diberikan ke Kemenkumham itu atributif, bukan substantial mengatur. Bahkan fungsi mediasi saja sudah tidak boleh," kata Nu'man.
Karena itu, ia meminta kepada Menkumham tidak mengangkangi putusan MA dan segera mengesahkan hasil Muktamar Jakarta.
"Jadi kalau pemerintah enggak mau mengakui muktamar Jakarta, lalu pasal apa yang dipakai," katanya.