Selasa 29 Mar 2016 21:07 WIB

Pengamat: Jangan Ada Label Densus Halal Bunuh Teroris

Rep: Puti Almas/ Red: Bayu Hermawan
Anggota tim Densus 88
Foto: Antara
Anggota tim Densus 88

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kematian Siyono (34), terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah, saat dalam proses penangkapan yang dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 menjadi perhatian publik. Hal tersebut karena tak tertutup kemungkinan adanya pelanggaran yang dilakukan pasukan Densus.

Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan dalam 10 tahun terakhir, kinerja dari Densus 88 bisa dikatakan tidak profesional. Dalam catatannya ada 120 terduga teroris tewas saat proses penangkapan berlangsung. Kemudian, 40 orang menjadi korban salah tangkap.

Ia menjelaskan diantara para terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88, lebih dari 80 persen yang mengalami penyiksaan. Tentunya, hal ini merupakan bukti bahwa tindakan yang dilakukan oleh pasukan tersebut tak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku atau dengan kata lain tidak profesional.

"Jika Densus 88 melakukan tindakan sewenang-wenang semacam ini, berarti mereka melawan sesuatu yang bertentangan karena ini melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (29/3).

Harist melanjutkan, jika hal tersebut terus dibiarkan maka perlahan dapat menimbulkan pandangan bahwa teroris serta pihak-pihak yang terkait dengan tindak pidana ini legal untuk dibunuh. Padahal, mereka harus terlebih dahulu melewati proses peradilan yang transparan.

"Jangan sampai di Indonesia ada label halal untuk membunuh teroris, tanpa ada proses peradilan yang transparan. Ingat, Indonesia adalah negara hukum, bukan rimba raya di mana keadilan hanya mutlak milik mereka yang berkuasa," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement