REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Kapal berbendera negara asing kerap mencuri ikan di perairan Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau karena ikan di daerah berbatasan dengan perairan Selat Malaka tersebut tergolong banyak.
"Nelayan lokal masih gunakan alat tangkap terbatas. Sementara kapal asing sudah lengkap peralatannya untuk tangkap ikan di Rohil," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, Tien Mastina di Pekanbaru, Ahad (27/3).
Tien mengakui, banyaknya kasus pencurian ikan perairan wilayah Riau terutama Rohil membuktikan pengawasan dan tata kelola perairan serta pemantauan masih sangat lemah. Padahal pencurian ikan tersebut sangat merugikan nelayan setempat karena sebagian besar masyarakat di wilayah perairan Riau masih menggantungkan hidup sebagai nelayan.
"Misalnya di perairan Rohil berbatasan dengan Bengkalis, kerap terjadi pencurian ikan. Dugaan kita, dilakukan nelayan luar negeri seperti dari Malaysia. Tapi nelayan kita berani main bakar," kata dia.
Seperti terjadi pada bulan lalu, satu dari dua kapal pukat gandeng dibakar puluhan nelayan di perairan laut Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Rohil. Kapal pukat gandeng tersebut dibakar karena sudah sangat meresahkan para nelayan di Panipahan.
Hartoni (37 tahun), nelayan setempat mengaku, aksi pembakaran itu berawal saat kapal pukat gandeng kapasitas 10 ton masuk dan melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Panipahan.
"Persisnya di perairan Telaga Tegenang, Panipahan, kapal pukat gandeng tersebut berhasil ditangkap nelayan. Mereka sudah emosi, langsung menghentikan aktivitas penangkapan ikan," katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebelumnya mengungkapkan, praktik pencurian ikan juga diiringi oleh penyelundupan barang dan manusia ke Indonesia. "Kegiatan illegal fishing ini menarik semua kejahatan lainnya seperti penyelundupan, mulai dari barang yang seharusnya tidak boleh ke Indonesia, obat dan bahkan manusia," kata Susi.
Tidak hanya penyelundupan, pencurian ikan juga mengambil sumber daya alam berupa hewan laut yang dilindungi seperti penyu dan lumba-lumba, selain juga satwa-satwa darat eksotik seperti burung langka.
"Jumlahnya luar biasa, satu perusahaan saja bisa menangkap 3,5 juta ton. Mereka menghancurkan terumbu karang, mereka gali semua yang ada di bawah laut, bahkan menangkap penyu dan lumba-lumba," kata Susi.