Rabu 23 Mar 2016 20:33 WIB

Tak Ada Salahnya Taksi Konvensional Tambahkan TI

Rep: umi nur fadhilah/ Red: Esthi Maharani
Puluhan sopir taksi memarkir kendaraan mereka saat melakukan unjukrasa di kantor Dishubkominfo Provinsi NTB di Mataram, Rabu (23/3).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Puluhan sopir taksi memarkir kendaraan mereka saat melakukan unjukrasa di kantor Dishubkominfo Provinsi NTB di Mataram, Rabu (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar transportasi dari Masyarakat Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengungkapkan, masyarakat mendambakan angkutan yang aman, nyaman, dan aman. Hal itu sebenarnya, bisa diwujudkan dengan perubahan taksi konvensional beraplikasi.

Djoko berujar hal-hal yang mengatur soal ketentuan angkutan yang disebut taksi, sudah diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.

Namun, kata Djoko, mengingat perkembangan dunia digital yang saat ini sangat mempermudah pengguna jasa angkutan taksi, maka tidak ada salahnya diterbitkan regulasi yang mengatur perusahaan taksi konvensional agar mulai melengkapi teknologi informasi.

"Tentu saja, regulasi tersebut nantinya tidak diwajibkan bagi semua daerah. Sebab, di beberapa daerah taksi masih dapat dioperasikan secara konvensional," katanya, Rabu (23/3).

(Baca juga: Pakar: Angkot Mahal karena Banyak Pungli Pemda)

Selain itu, ia menuturkan, kendati angkutan daring sudah ada yang berbadan hukum seperti koperasi, namun sebaiknya dapat mengurus izin operasional seperti taksi konvensional.

Ia menjelaskan, izin operasi taksi ada di provinsi, kabupaten atau kota, sesuai wilayah operasinya, bukan di Kementerian Perhbungan (Kemenhub). Namun, Djoko mengingatkan, perizinan harus transparan dan hilang dari aksi pungutan tidak jelas alias pungli. Sebab, hal tersebut menghambat pengembangan usaha dan membebani pengusaha selama ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement