REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menetapkan masa transisi bagi angkutan berbasis aplikasi untuk mengurus perizinan, baik itu bekerja sama dengan perusahaan angkutan resmi atau koperasi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Sugihardjo usai berdiskusi dengan menteri terkait di Kementerian Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Rabu (23/3), mengatakan batas transisi tersebut akan ditentukan pada Kamis (24/3).
Keputusan tersebut berdasarkan pembahasan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansah, Ketua DPP Organisasi Pengusaha Angkutan Nasional Bermotor di Jalan (Organda) Adrianto Djokosoetono dan lainnya.
(Baca: Meski Gratis, tak Banyak Armada Blue Bird yang Beroperasi)
"Dari hasil rapat itu, besok pukul 15.00 akan rapat lagi di Kemenko Polhukam untuk menentukan masa transisi berapa lama, untuk menyesuaikan dengan aturan yang berlaku," katanya.
Dalam masa transisi tersebut, Sugihardjo menjelaskan kedua aplikasi tersebut masih boleh beroperasi, namun tidak boleh berekspansi, seperti tidak boleh menambah armada. "Dalam masa ini, kondisinya status quo, artinya boleh beroperasi, tetapi tidak boleh berekspansi," katanya.
Dengan demikian, Kemenkominfo tidak memblokir kedua aplikasi Grab Car dan Uber Taksi. Keduanya masih bisa beroperasi sampai waktu yang belum ditentukan. Apabila di masa transisi itu tidak dipenuhi, lanjut dia, akan diberikan tindakan tegas
Dia menambahkan bentuk sanksi tersebut akan ditentukan setelah hasil rapat pada Kamis (23/3) di Kemenko Polhukam.
Sugihardjo mengatakan baik Grab Car maupun Uber Taksi keduanya sepakat bekerja sama dengan operator angkutan umum yang memiliki izin resmi, baik sebagai taksi maupun angkutan sewa.
Kepala Dinas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansah menjelaskan masa transisi tersebut juga karena menyangkut penyesuaian kepada masyarakat.