Senin 21 Mar 2016 18:20 WIB

Perubahan Vonis Hukuman Mati Juga Harus Minta Persetujuan Korban

Rep: Lintar Satria/ Red: Karta Raharja Ucu
Tiang gantungan hukuman mati. Ilustrasi
Foto: .
Tiang gantungan hukuman mati. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo mengatakan perubahan vonis hukuman mati juga harus memperhatikan dan meminta persetujuan korban. Heru sangat mendukung dengan perubahan revisi KUHP. Karena akan memberi kesempatan terpidana untuk berubah.

"Korban dan keluarga korban harus diajak bicara, karena mereka yang paling merasakan, nanti justru akan menyakitkan korban," kata saat dihubungi Republika.co.id, Senin (21/3).

Rencananya pemerintah dan DPR akan merevisi KUHP vonis hukuman mati. Hukuman mati akan tetap ada terbuka untuk diubah menjadi seumur hidup atau 20 penjara.

Heru mengatakan selain melihat kelakuan baik terpidana dan jaminan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, perubahan vonis ini juga harus meminta persetujuan korban dan keluarga. Jika korban dan keluarga korban sudah memaafkan maka vonis terpidana baru bisa diubah.

Pemerintah Indonesia, kata dia, belum meratifikasi kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik 1966. Kovenan tersebut juga tidak tegas mengatakan harus menghapus hukuman mati.

"Tapi hanya untuk pelanggaran kemanusiaan berat saja," kata Heru.

Heru menambahkan Indonesia terikat secara moral dengan kovenan tersebut tapi tidak dengan hukum. Heru mengatakan hukuman mati memang dikenal dalam adat dan agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement