Ahad 20 Mar 2016 00:12 WIB

Komisi III Undang 20 Pakar Hukum Pidana Bahasa Revisi KUHP

Rep: Reja Irfan W/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Sekjen Fraksi PPP kubu Romahurmuzziy , Arsul Sani bersama Anggota Fraksi PPP dari Komisi VII DPR RI Joko Purwanto memberikan keterangan pers terkait surat keterangan (SK) pergantian anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi PPP yakni dari Z
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Sekjen Fraksi PPP kubu Romahurmuzziy , Arsul Sani bersama Anggota Fraksi PPP dari Komisi VII DPR RI Joko Purwanto memberikan keterangan pers terkait surat keterangan (SK) pergantian anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi PPP yakni dari Z

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI dan pemerintah terus melakukan pembahasan revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hingga memasuki penutupan masa sidang ketiga, Komisi III DPR RI telah menyelesaikan pembahasan buku I KUHP.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengungkapkan, saat ini, proses pembahasan RUU KUHP itu adalah pemerintah tengah kembali merumuskan hal-hal yang sudah dibahas antara Komisi III DPR RI dengan pemerintah. Perumusan itu termasuk sejumlah hal-hal yang telah disepakati sebelumnya.

Nantinya, pada awal masa sidang keempat, yang dimulai April mendatang, Komisi III rencananya akan melakukan rapat konsiyering dengan pemerintah. Tidak hanya itu, Komisi III juga akan mengundang sejumlah pakar hukum pidana. ''Nanti pada awal pembukaan masa sidang yang akan datang, kami sudah sepakat akan konsiyering rapat panja (Panitia Kerja)nya. Sekaligus mengundang sekitar 20 sampai 30 pakar hukum pidana,'' ujar Arsul saat ditemui di Jakarta.

Sejumlah pakar hukum pidana, lanjut Arsul, akan diminta untuk ikut bersama-sama membaca rumusan ulang yang sudah disepakati antaran DPR dan Pemerintah. Arsul pun mengungkapkan, sejumlah kesepakatan memang telah sudah tercapai antara pemerintah dan DPR dalam revisi UU KUHP tersebut.

Salah satunya adalah soal pemberlakuan KUHP terhadap WNI yang berada di luar negeri. Lebih lanjut, Arsul memberi contoh, jika ada WNI yang melakukan kejahatan di luar negeri, sepanjang belum diadili di negara tersebut dan kembali ke Indonesia, maka bisa diadili dengan menggunakan KUHP di Indonesia.

''Sebaliknya juga, jika ada WNA yang melakukan kejahatan di yuridiksi Indonesia, termasuk misalnya di pesawat terbang atau kapal, maka bisa diadili lewat hukum indonesia. Selain itu, jika ada WNA yang melakukan kejahatan dimana ada kepentingan Indonesia di sana, seperti misalnya mengajak makar terhadap pemerintahan yang sah,'' tutur politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement