REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Latihan penanggulangan terorisme yang menggunakan unsur Kimia, Biologi, Radioaktif dan Nuklir (KBRN) 2016 digelar di Lapangan Puputan Margarana, Renon, Denpasar, Bali. Gubernur Provinsi Bali, I Made Mangku Pastika dalam kesempatan itu menegaskan kesiapan Bali dalam menanggulangi ancaman dan aksi teror.
Pastika tak ingin ancaman dan aksi teror mengganggu sektor pariwisata di Pulau Dewata. Hal ini menyusul Tragedi Sarinah yang terjadi di Jakarta beberapa bulan lalu yang membuat sejumlah negara memberlakukan travel warning bagi warganya yang berkunjung ke Indonesia.
"Saya tegaskan bahwa tidak perlu travel warning. Bali aman dan siap menanggulangi serangan teror dalam bentuk apa pun," kata Pastika di Denpasar, Kamis (17/3).
Mantan Kapolda Bali ini berharap ada upaya nyata secara berkelanjutan dalam menanggulangi terorisme, tak sekadar wacana semata. Bali pun telah mengomunikasikan ke seluruh konsulat jenderal negara sahabat yang ada di Bali untuk meyakinkan Bali tetap aman untuk dikunjungi.
Kewaspadaan Bali menaggulangi terorisme sudah sangat baik. Ini belajar dari pengalaman Bom Bali I dan II dimana saat ini Bali memiliki Crisis Center dengan sistem yang bagus. Pelatihan terkait aksi teror juga dilakukan berkelanjutan di wilayah ini.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol M Tito Karnavian menambahkan latihan kali ini bertujuan meningkatkan wawasan, kemampuan, dan kesiapsiagaan menanggulangi aksi teror, terutama yang menggunakan unsur KBRN. Metode terorisme saat ini kian beragam dan tak tertutup kemungkinan KBRN akan digunakan di masa depan.
"Seluruh pihak berkepentingan senantiasi meingkatkan kemampuan dan kewaspadaan," ujar Tito dalam sambutannya.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah mencoba membedah pola-pola gerakan radikal dan terorisme di Indonesia dari sisi ilmiah. Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, M Hamdan Basyar menyebut penyebaran gerakan radikal dan terorisme sedikit banyaknya juga dipengaruhi kecenderungan pemberitaan di media.
"Pemberitaan media dipergunakan kelompok radikal untuk merekrut anggota atau simpatisannya. Media internet juga dimanfaatkan sekelompok orang untuk menyebarkan ilmu kekerasan, seperti pembuatan bom," ujarnya.
Hamdan menggarisbawahi bahwa media dan media sosial juga berperan mengampanyekan kedamaian dan antikekerasan. Jurnalisme damai dapat digunakan untuk melawan atau setidkanya mengurangi adanya kekerasan.