REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Political Communication Institute, Heri Budianto, menilai pemilih di DKI Jakarta cenderung lebih melihat kesosokan untuk calon gubernur dan wakil gubernur pada Pilkada DKI 2017. Heri mengatakan, hal itu terlihat dari tren pada Pilkada 2012 lalu. Kala itu, sosok Jokowi-Ahok mampu mengalahkan calon dari pejawat Fauzi Bowo yang elektabilitasnya sangat unggul.
Heri menilai, hal itu bisa saja terulang kembali. Bukan tidak mungkin, meski Ahok memiliki elektabilitas tinggi, bisa terjungkal jika ada sosok yang bisa merebut hati warga Jakarta.
Jika berkaca pada tren Pilkada 2012 lalu, sosok yang dilihat masyarakat Jakarta adalah sosok yang dekat dengan masyarakat dan tidak kontroversial. Dikatakan Heri, dulu sosok Jokowi-Ahok kala itu dianggap dekat dengan rakyat karena gaya blusukan-nya.
"Itu yang bisa ambil hati masyarakat Jakarta, meskipun melihat sosok, tapi sosok itu yang benar-benar tidak kontroversial, sopan santun, beretika," ujar Heri dalam rilis dan diskusi survei "Pertarungan Gubernur DKI Jakarta" di Kawasan Kwitang, Senen, Jakarta, Ahad (13/2).
Oleh karena itu, ia pun tak benar-benar yakin Ahok bisa menang mutlak dalam Pilgub DKI Jakarta mendatang. Apalagi, khusus untuk Pilkada DKI, kemenangan bisa diraih oleh pasangan calon jika mendapatkan suara 50+1 persen dari suara pemilih.
Ia juga menilai, sikap dan gaya Ahok akan menjadi penghambat.
"Kalau Ahok dengan gaya seperti ini, berat menurut saya, sosok Ahok itu beda sama Pak Jokowi. Saya rasa semua calon masih berpeluang sampai nanti jelang pemilihan. Sekali lagi, mereka yang menunjukkan sosok yang diinginkan masyarakat," katanya.
Ia juga mengungkapkan, dalam beberapa survei, telah memperlihatkan kecenderungan pandangan politik warga Jakarta. Misalnya pada Pileg 2014, survei Emrus Corner memperlihatkan 38 persen menyatakan tidak akan memilih calon dari parpol, sedangkan 42 persen menyatakan belum tahu.
"Ini artinya bagi masyarakat Jakarta, sosok ini jadi sangat-sangat penting," ujar Heri