Sabtu 12 Mar 2016 13:34 WIB

Kenaikan Iuran BPJS tanpa Konsultasi ke DPR

Rep: Hasanul Risqa/ Red: Dwi Murdaningsih
Kartu Jaminan Kesehatan Nasional Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tengah membuat kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat peluncuran JKN di RS Fatmawati, Jakarta, Rabu (1/1). Kartu JKN merupakan perlindungan kesehatan agar peserta memer
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kartu Jaminan Kesehatan Nasional Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tengah membuat kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat peluncuran JKN di RS Fatmawati, Jakarta, Rabu (1/1). Kartu JKN merupakan perlindungan kesehatan agar peserta memer

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan besaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Perpres Nomor 19 Tahun 2016. Menurut politikus Partai Nasdem itu, keputusan tersebut terjadi tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan legislatif.

 “Belum ada usulan kenaikan secara resmi ke Komisi IX,” ujar Irma Suryani saat dihubungi, Sabtu (12/3).

Selain itu, dia melanjutkan, isi Perpres Nomor 19/2016 itu justru bertolak belakang dengan instruksi Presiden Jokowi. Sebab, misalnya dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/3) lalu, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris memastikan tidak akan menaikkan besaran iuran JKN sebelum publik merasakan manfaat yang lebih nyata. Itu dinyatakannya seusai menghadap Presiden Jokowi. Karena itu, Irma menekankan, Komisi IX DPR akan segera memanggil petinggi BPJS untuk dimintai klarifikasi.

“Kita akan panggil BPJS untuk menanyakan apa arahan Presiden apa perpresnya, kenapa berbeda,” kata dia.

Sebelumnya, ungkap Irma, pihak BPJS Kesehatan juga sudah meminta tambahan peserta penerima bantuan iuran (PBI) sebanyak 11,3 juta orang untuk tahun ini. Bila dikabulkan, rencana ini akan diikutkan dalam APBN Perubahan 2016.

Namun, lanjut dia, Komisi IX tidak menyetujui usulan tersebut. Menurut Irma, data mengenai PBI untuk tahun 2015 saja masih belum jelas. Bahkan, hingga kini jumlah peserta PBI di tiap provinsi, apalagi kecamatan, masih belum bisa dipastikan oleh pihak BPJS maupun kementerian atau pemda-pemda terkait.

 

“Kami enggak bisa setujui anggaran tanpa data yang jelas. Saya sudah minta BPJS dan Mensos maupun Menkes agar kami diberi data lengkap tentang distribusi kartu PBI.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement