REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Masyarakat Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, hanya bisa melihat gerhana matahari total (GMT) saat bulan mulai meninggalkan matahari. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Pontianak, Muzirwan mengatakan, gerhana akhirnya bisa terlihat meski pun tidak dimulai dari proses awal.
"Alhamdulillah, akhirnya kita bisa melihat gerhana matahari, meski pun baru bisa melihatnya sekitar pukul 07.57 WIB, atau ketika puncak gerhana matahari sudah lewat, akibat tertutup awan mendung," kata Muzirwan di Pontianak, Rabu (9/3).
Ia menjelaskan, antusias masyarakat untuk menyaksikan gerhana matahari sebenarnya cukup tinggi. Hanya sayang alam kurang bersahabat karena matahari tertutup awan. "Gerhana matahari di Pontianak sempat nampak, tetapi ketika sudah fase keluar, bukan fase maksimum," ungkapnya.
Dia memprediksi, kejadian serupa di lintasan yang sama baru akan terjadi ratusan tahun lagi, tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi gerhana matahari lagi 40 tahun mendatang tapi tidak di tempat yang sama.
Kota Pontianak dan sekitarnya diguyur hujan cukup lebat sejak dini hari. Langit Pontianak pun tertutup mendung. Pemerintah Kota Pontianak dan Lapan setempat, menyiapkan dua lokasi untuk tempat masyarakat menyaksikan GMT di kota itu. Muzirwan menambahkan, khusus di Kota Pontianak dilewati oleh gerhana matahari sedang, dengan sekitar 92,96 persen.
Fenomena alam eksotis gerhana matahari total melewati daerah, yaitu Palembang (dengan lama 1 menit 52 detik), Belitung (2 menit 10 detik), Balikpapan (1 menit 9 detik), Luwuk (2 menit 50 detik), Sampit (2 menit 8 detik), Palu (2 menit 4 detik), Ternate (2 menit 39 detik), Bangka (2 menit 8 detik), Palangkaraya (2 menit 29 detik), Poso (2 menit 40 detik), serta Halmahera (1 menit 36 detik).
Gerhana matahari sebagian juga bisa dinikmati di Padang (95,43 persen), Bandung (88,76 persen), Denpasar (76,53 persen), Kupang (65,49 persen), Surabaya (83,08 persen), Banjarmasin (98 persen), Manado (96,66 persen), Jakarta (88,76 persen), Pontianak (92,96 persen), Makassar (88,54 persen), serta Ambon (86,90 persen).
Fenomena alam yang pernah terjadi dan melewati Indonesia terjadi pada 30 tahun lalu, yaitu pada 11 Juni 1983 dan baru akan terjadi lagi dalam 250 tahun yang akan datang.