REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite IV DPD RI meminta pemerintah mengevaluasi teknis penyaluran bantuan dana ke daerah yang kerap terlambat. Sebab, keterlambatan itu telah menyebabkan terhambatnya pembangunan infrastruktur di daerah.
Ketua Komite IV DPD RI Ajiep Padindang mengatakan petunjuk teknis pemberian bantuan dana dari pemerintah pusat, baik transfer dana dan dana desa, seringkali terlambat. Akibatnya, bantuan dana tidak dapat digunakan oleh daerah.
"Kami harapkan ada solusi dari permasalahan perimbangan keuangan pusat ke daerah sehingga pembangunan tetap dapat berlanjut," kata Ajiep dalam rapat dengar pendapat dengan Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) Reydonnyzar Moenek dan Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (kemenkeu) Rukijo di Gedung DPD-senayan melalui siaran pers yang diterima Republika, Senin (7/3).
Bantuan dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat ke daerah, yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Desa. Menurut Rukijo, DAK perlu mendapat perhatian khusus karena penyerapannya relatif terlambat dan cenderung menumpuk pada akhir tahun.
Hal ini mengakibatkan proses lelang yang lambat, petunjuk pelaksana, dan petunjuk teknis yang terlambat diterima daerah. "Ditambah pihak ketiga dalam hal ini kontraktor yang tidak disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan fisik dan tagihan pembayaran kepada pemda," kata Rukijo.
Selain itu, permasalahan lain adalah kinerja penyerapan dana yang rendah di satu bidang dan cenderung mengganggu penyerapan dan pelaksanaan bidang lainnya.
"Kepatuhan daerah dalam menyampaikan laporan capaian output fisik kegiatan teknis ini relative rendah sehingga kementerian atau lembaga tidak bisa memastikan capaian target output perbidang," kata dia.
Rukijo pun menekankan perlu ada peningkatan Local Taxing Power untuk mendukung otonomi daerah. Pemberian kewenangan kepada daerah dalam memungut pajak saat ini masih terbatas. Sebab, jenis pajak yang dipungut daerah itu nilainya kecil.
"Seperti pajak penghasilan dan PPN. Nah walaupun upaya perluasan kewenangan daerah terus dilakukan dari waktu ke waktu, namun belum memberikan hasl yang optimal," ujar dia.
Reydonnyzar menyampaikan penentuan besaran DBH, DAU, DAK, dan Dana Desa dilakukan oleh pemerintah dengan melihat kebutuhan real masing-masing. Kemendagri memberikan perhatian terhadap beberapa pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, ketentraman dan ketertiban umum, serta perlindungan masyarakat dan sosial.
Pada kesempatan itu, sejumah anggota Komite IV mempertanyakan beberapa hal dalam rapat tersebut. Senator dari Kepulauan Riau Hari Pinto meminta rincian program-program kerja di daerah.
"Kami perlu rincian program-program di daerah jadi saya minta breakdown program kepada kemendagri, masa saya minta ke pemprov, jadi dalam rangka pengawasan ini menjadi penting," kata dia.
Senator dari Nusa Tenggara Timur Adrianus Garu menyampaikan analisanya dengan nada keras mengenai otonomi daerah. Menurut dia, otonomi hanya omong kosong. Ia berharap Kemendagri agar lebih terarah dalam menjalankan program.
Anggota DPD asal Riau Gafar Usman mempertanyakan masalah laporan dari kementerian keuangan dan kementerian terkait keuangan dikelola secara transparan harus jelas dari hulu sampai hilir. Sebab, dia justru pernah kesulitan mendapatkan laporan yang transparan.
"Kami pernah undang BP Mmigas untuk memaparkan laporan, mereka malah bilang kalau itu itu adalah rahasia negara dan ranah Kemenkeu. Lalu, apa sih susahnya jelaskan rinciannya kepada kami. Bagi kami tidak ada alasan untuk tidak memperjuangkan daerah. Di pusat, kami memiliki pandangan daerah dan di daerah kami harus punya pandangan di pusat. Maka keadilan harus diwujudkan untuk daerah agar daerah tidak bergejolak," kata Gafar.