Senin 07 Mar 2016 13:50 WIB

Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi

Rep: c38/ Red: Joko Sadewo
Rumah ibadah (Ilustrasi)
Rumah ibadah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Ratusan massa dari berbagai ormas Islam di Kota Bekasi melakukan aksi unjuk rasa menolak pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara. Aksi unjuk rasa dilakukan di depan kantor Pemerintah Kota Bekasi, Jalan Ahmad Yani.

Massa yang berkisar antara 600-1000 orang mengajukan tuntutan kepada Wali Kota Bekasi supaya surat izin pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi Utara dicabut. Rute aksi berawal dari Pesantren At Taqwa Bekasi Utara menuju di Kantor Pemerintah Kota Bekasi.

Selepas dari Pemkot Bekasi, massa melanjutkan aksi ke kantor DPRD Kota Bekasi. Ratusan massa ini dipimpin oleh KH Amien Noer dan KH Ishomuddin Muchtar.

Ustaz Bernard Abdul Jabbar dari Forum Umat Islam selaku orator aksi tersebut menyampaikan tiga alasan penolakan Gereja Santa Clara. "Pertama, karena Gereja Santa Clara berdiri di tengah-tengah pesantren yang ada di Bekasi Utara. Kedua, ini menyangkut kearifan lokal karena sebagian besar penduduknya adalah Muslim. Ketiga, izinnya masih bermasalah, penipuan KTP dan sebagainya," kata Ustaz Bernard, kepada Republika.co.id di lokasi demo, Senin (7/3).

Ustaz Bernard beralasan, proses pembangunan gereja sudah menjadi status quo, tetapi masih dilanjutkan. Karena itu, pihaknya menuntut supaya izin pembangunan Gereja Santa Clara dicabut kembali oleh Wali Kota Bekasi. Aksi unjuk rasa penolakan gereja ini sudah dilakukan untuk kedua kalinya.

Para pengunjuk rasa juga mengklaim telah menyegel lokasi pembangunan gereja Santa Clara. Ustaz Bernard mengatakan, penyegelan ditandatangani Kapolsek Bekasi Utara, KH Ishomuddin, dan atas nama Umat Islam Bekasi.

Ia menambahkan, aksi ini tidak ada hubungannya dengan HUT 19 Kota Bekasi atau Konferensi OKI di Jakarta. "Tidak ada hubungan apa-apa. Ini murni perjuangan kita untuk menolak perizinan gereja santa clara. Ini sudah kita rencanakan lama sekali," kata Ustaz Bernard menegaskan.

Massa kemudian ditemui oleh Kepala Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol) Kota Bekasi Momon Sulaiman di lokasi demo. Menanggapi tuntutan massa, Momon mengatakan, izin pembangunan gereja hanya dapat dicabut oleh Wali Kota Bekasi atau melalui proses pengadilan di PTUN.

Sebelum memberikan izin, lanjutnya, Pemkot Bekasi juga sudah melalui sejumlah prosedur, baik RT/RW, lurah, maupun camat. "Wali Kota menandatangani izin pendirian gereja sebagai pejabat negara yang harus berdiri melayani publik dan tidak boleh melakukan diskriminasi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement