REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops) Sumatra Barat (Sumbar), Pagar Negara membantah tudingan yang menyebut banyak fasilitas peringatan dini tsunami atau early warning tidak berfungsi dengan baik di Sumbar.
"Bukan belum beroperasi efektif, kami dari BPBD Sumbar, dapat warning dari BMKG," kata dia kepada Republika, Jumat (4/3).
(Baca juga: Gempa Mentawai Mirip Kejadian pada 11 April 2012)
Ia menjelaskan, dalam warning BMKG, menyatakan jarak titik gempa sekira 800 km dari Padang, Sumbar. Lokasinya sebelah barat daya Mentawai, tepatnya di Samudra Hindia bukan di zona Megathrust Mentawai. Dengan pertimbangan data dan analisa yang ada, Pagar mengatakan, Pusdalops mempertimbangkan tidak perlu peringatan dini tsunami.
"Kalau pun diaktivasi, sirine itu bukan dibunyikan seperti bunyi sirine saat akan terjadi tsunami," jelasnya.
Sesaat pascagempa berkekuatan 7,8 SR yang menggungcang sebagian besar wilayah Sumbar, ia berujar, Pusdalops langsung menyampaikan bunyi peringatan dari Plt Kepala BPBD Sumbar, Zulfiatno ihwal berapa kekuatannya, di mana lokasinya, berapa kedalamannya. Serta himbauan untuk menjauhi bibir pantai dan jangan panik.
"Kalau sirine tsunami dibunyikan 3-5 menit setelah kejadian, hancur kita. Bukan tidak beroperasi, sebenarnya belum kita operasikan (bunyi sirine) dengan segala pertimbangan, karena jaraknya (gempa) jauh dari bibir pantai pesisir barat Sumatra Barat dan bukan di posisi Megathrust, sehingga tak dimungkinkan itu tsunami," tuturnya menjelaskan.
Pagar mengatakan, untuk sirene yang dikelola BPBD Sumbar, selalu diperiksa setiap tanggal 26 setiap bulan. Ia tidak menampik kemungkinan, adanya kendala pada beberapa early warning saat pengecekan.
"Di Agam, sirinenya dicuri orang. Di Pasaman, digunakan untuk acara-acara sosial, sehingga gak bunyi," ujar Pagar.
Saat ini, ia melanjutkan, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar) berencana menambah 212 lagi untuk ditempatkan di setiap nagari di Sumbar.