REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dirjen Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Pemukiman Transmigrasi (PKP2DT) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Ratna Dewi Andriati mengatakan, transmigrasi bukan sekadar pemindahan penduduk, melainkan penataan.
"Transmigrasi sering diidentikkan dengan perpindahan penduduk dari Jawa dan Bali ke wilayah yang belum banyak penduduknya. Padahal, dengan perkembangan zaman, transmigrasi diperlukan untuk penataan pembangunan," ujar Ratna dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Dia menambahkan, sejarah transmigrasi sudah dimulai sejak era penjajahan Belanda.
Transmigrasi, lanjut dia, sempat hilang, tapi kemudian dihidupkan kembali sama halnya menghidupkan gotong royong melalui dana desa. "Transmigrasi juga menata kecakapan sumber daya manusia."
Pada tahun ini, pihaknya menganggarkan Rp 770 miliar yang diperuntukkan penyiapan kawasan dan permukiman transmigrasi. Jumlah tersebut dinilai masih kurang jika dibandingkan kebutuhan, yakni Rp 1,2 triliun.
Meski demikian, dia mengakui ada beberapa kendala, seperti isu Jawanisasi ataupun Islamisasi.
"Seperti di Papua, mereka menolak karena pertumbuhan penduduk mereka yang belum pesat dan mereka mau mandiri mengelola sumber daya alamnya. Padahal, kita kan hidup berdampingan, ibarat bikin kue, ada yang membuatnya dan ada pula yang menjualnya."
Transmigrasi, lanjut dia, seharusnya dimanfaatkan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan.
"Kami yakin, pemerintah daerah yang menolak dijadikan daerah tujuan transmigrasi sedikit demi sedikit akan menerima karena transmigrasi ini terbukti menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan pemerataan pembangunan," kata dia.