Jumat 04 Mar 2016 15:42 WIB

BW Siap Maafkan Pihak yang Telah Menzaliminya

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
 Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (tengah) memberikan pemaparannya dalam diskusi Revisi UU KPK dan Pertaruhan Modal Politik Jokowi di Jakarta, Senin (8/2).(Republika/Raisan Al Farisi)
Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (tengah) memberikan pemaparannya dalam diskusi Revisi UU KPK dan Pertaruhan Modal Politik Jokowi di Jakarta, Senin (8/2).(Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto mengatakan, dirinya sangat menghormati putusan Jaksa Agung yang telah mendeponir perkara yang disangkakan kepadanya.

Perkara yang dimaksud adalah tuduhan menghadirkan saksi palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat pada tahun 2010 di Mahkamah Konstitusi (MK). Mesi begitu, jika memiliki pilihan, BW mengatakan dirinya lebih senang jika perkara yang membelitnya dikeluarkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan).

"Kalau ditanya, ya saya pasti pilih SKP2. Tapi kan saya harus menghormati orang dan lembaga yang mempunyai otoritas," kata Bambang di Jakarta, Jumat (4/3).

Meski begitu, bagi BW, yang lebih penting saat ini adalah bagaimana menggunakan momentum tersebut untuk pemberantasan korupsi yang jauh lebih baik. Bahkan, BW mengatakan dirinya sudah memaafkan semua pihak yang pernah menzalimi firinya.

"Saya memaafkan semua pihak yang pernah menzalimi saya. Bagi saya itu semua masa lalu. Yamg penting ke depan harus lebih jelas gunakan otoritas dan kewenangan itu hanya untuk kepentingan publik," ucap Bambang.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengeluarkan deponir kasus dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW). Keputusan tersebut dikeluarkan setelah meminta pertimbangan DPR, MA, dan Kapolri.

Seperti diketahui, AS merupakan tersangka kasus pemalsuan dokumen tahun 2007. Sementara, BW ditetapkan tersangka terkait mengarahkan saksi memberikan kesaksian palsu di Mahkamah Konstitusi pada 2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement