Rabu 02 Mar 2016 02:15 WIB

'Merevisi UU KPK akan Perburuk Citra DPR di Dunia Internasional'

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Bilal Ramadhan
 Sejumlah mahasiswa yang tergabung BEM Seluruh Indonesia melakukan Aksi Nasional Menolak Revisi UU KPK di depan Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (23/2). (Republika/Rakhmawaty La’lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sejumlah mahasiswa yang tergabung BEM Seluruh Indonesia melakukan Aksi Nasional Menolak Revisi UU KPK di depan Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (23/2). (Republika/Rakhmawaty La’lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 161 profesor dan guru besar yang tergabung dalam Forum Guru Besar Tolak Revisi UU KPK dari berbagai universitas di Indonesia menilai kembali menyurati Ketua dan Wakil Ketua DPR RI.

Dalam surat terbuka tertanggal Jakarta, 1 Maret 2016 itu para profesor dan guru besar menilai, upaya melakukan Revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 -yang dinilai melemahkan KPK- akan memperburuk citra DPR RI di mata internasional.

Apalagi, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, merupakan Presiden Global Organization of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) yang membidangi sebuah organisasi internasional parlemen melawan korupsi.

Organisasi tersebut, beranggotakan sejumlah parlemen dari perwakilan benua Afrika, Arab, Amerika Latin, Asia Selatan dan Kepulauan Karibia, dan Amerika Utara.

Sehingga, keberadaan parlemen Indonesia, harus menjadi contoh baik bagi dunia internasional dalam memerangi korupsi. Bukan justru menjadi contoh buruk memerangi Komisi yang memberantas korupsi.

Dalam surat tersebut diterangkan, kepada Ketua dan Wakil Ketua DPR RI, KPK masih dibutuhkan negeri ini untuk membersihkan korupsi di Indonesia. Sekaligus, membantu mewujudkan gerakan tidak ada korupsi (zero corruption) di parlemen seperti yang pernah disampaikan oleh Pramono Anung saat menjabat sebagai Ketua GOPAC Indonesia pada Agustus 2014 lalu.

Sehingga, KPK selayaknya menjadi mitra bagi DPR RI, bukan dijadikan sebagai musuh yang harus diberantas. Para profesor dan guru besar menaruh harapan besar kepada DPR RI agar mempertahankan dan memperkuat KPK. Yakni, dengan tidak menunda proses pembahasan Revisi UU KPK, namun menarik Revisi UU KPK dalam Prolegnas 2015-2019.

Hal tersebut, semata-mata untuk seluruh Rakyat Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berilah kesempatan bagi KPK untuk bekerja lebih tenang memerangi korupsi dengan kewenangan luar biasa yang dimilikinya, berdasarkan UU KPK yang sekarang ini berlaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement