Selasa 23 Feb 2016 23:32 WIB

Terkait Novel Baswedan, Polri Enggan Cari Bukti Baru

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Bayu Hermawan
Karopenmas Polri Brigjen Agus Rianto.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Karopenmas Polri Brigjen Agus Rianto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kejaksaan Agung (Kejakgung) mempersilahkan korban untuk mencari bukti baru terkait kasus penyidik KPK, Novel Baswedan. Belum adanya bukti yang cukup menjadi salah satu alasan Kejakgung menghentikan kasus tersebut.

Karopenmas Polri, Brigjen Agus Rianto mengatakan, polri sendiri enggan mencari bukti baru terkait kasus ini. Sebab, Polri menilai kasus ini sudah selesai. "Kami sudah limpahkan, sudah p21, mencari bukti apalagi?, ya gak dong," ujarnya di Mabes Polri, Selasa (23/2).

Menurut Agus, suatu kasus seharusnya berakhir di pengadilan. Disitu akan ditentukan kebenerannya. Kendati demikian, Agus menghormati terhadap keputusan yang diambik Kejakgung. Hal tersebut merupakan kewenangannya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu akhirnya mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) atas perkara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terkait kasus tindak penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.

"Diputuskan penangangan perkara Novel Baswedan dihentikan penuntutannya dengan alasan karena tidak cukup bukti. Dan demi hukum karena sudah kedaluwarsa kasus tersebut," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Noor Rachmad di Jakarta, Senin (22/2).

JAM Pidum menambahkan surat SKP2 itu ditandatangani langsung oleh Kejati Bengkulu dengan nomor putusan B-03/N.7.10/EP.I/02/2016. Ditegaskan, dengan diterbitkannya SKP2 tersebut maka berarti penanganan terdakwa Novel Baswedan sudah selesai.

Ia menjelaskan kedaluwarsa kasus tersebut, melihat dari terjadinya kasus itu pada 18 Februari 2004. Kemudian sesuai Pasal 79 KUHP menyebutkan kalau ancaman terhadap seseorang tiga tahun penjara maka kedaluwarsanya 12 tahun. "Maka kedaluwarsanya pada 19 Februari 2016," tukasnya.

Ia juga menyebutkan dalam mengambil keputusan itu murni hukum alias tidak ada intervensi dari pihak manapun. Mantan Kapuspenkum Kejagung itu juga menceritakan perkara itu sempat dilimpahkan ke pengadilan, namun belakangan ada keraguan dari jaksa penuntut umum.

Karena itu, dari hasil diskusi yang panjang maka memperoleh keyakinan adanya keraguan dalam melanjutkan perkara itu. "Sehingga harus dihentikan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement