Senin 22 Feb 2016 23:26 WIB

Utamakan Dialog dalam Penertiban Kalijodo

Warga Kalijodo mengangkat barang-barang berharganya ke dalam Rumah Susun Marunda, Jakarta, Senin (22/2)
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warga Kalijodo mengangkat barang-barang berharganya ke dalam Rumah Susun Marunda, Jakarta, Senin (22/2)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ingin melibatkan personel TNI untuk menertibkan kawasan Kalijodo menuai kritik. Karena, hal tersebut bisa membuat citra TNI menjadi buruk.

Kordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M Massardi mengatakan, TNI sejak reformasi sudah kembali ke barak. Namun, dengan kebijakan Ahok melibatkan TNI bisa membuat TNI dianggap sebagai ‘musuh rakyat’.

Menurut Adhie, ada tiga alasan pasukan militer keluar barak dengan persenjataan lengkap. Yakni, latihan perang, tugas negara untuk pengamanan obyek vital (karena ada ancaman kekuatan bersenjata), dan perang melawan musuh negara.   Menurut Adhie, walau di lapangan memang tidak terlihat anggota TNI yang ikut menertibkan Kalijodo, tetapi pernyataan Ahok yang akan melibatkan TNI sudah menjadi teror bagi warga sipil. 

“Oleh sebab itu, saya meminta kepada Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk menghormati hak-hak sipil, dan tidak lagi menggunakan kekuatan militer (termasuk polisi/Brimob bersenjata lengkap) untuk menghadapi warga masyarakat yang kawasannya hendak digusur demi pembangunan,” kata Adhie melalui keterangan tertulisnya, Senin (22/2).

Menurut Adhie, sebagai Ibukota, Jakarat semestinya bisa menjadi contoh bagi demokrasi yang mengedepankan dialog. "Saya percaya, sebagaimana diajarkan Gus Dur kepada saya, tidak ada persoalan di muka bumi ini yang tidak bisa diselesaikan dengan dialog yang dilakukan dengan jujur. Karena itu, saya percaya, warga Kalijodo dan lain-lain sesungguhnya bisa diajak dialog. Kuncinya, kejujuran!," ujarnya. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement