REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi, Fachru Nofrian menjelaskan, saat ini Indonesia berada di peringkat kesembilan dunia dalam hal aliran dana gelap (ilicit financial flow). Data tersebut berdasarkan penelitian Global Financial Integrity (GFI) selama kurun waktu 2004-2015.
"Rata-rata tahunan aliran dana gelap di Indonesia ini mencapai 18 miliar dolar Amerika Serikat," kata Fachru di Cikini, Jakarta, Sabtu (20/2).
Fachru melanjutkan, sejak tahun 2010 hingga tahun 2014, akumulasi aliran dana gelap di Indonesia mencapai Rp 914 triliun. Nilai ini setara dengan 45 persen pertambahan jumlah uang beredar luas (m2) dalam periode yang sama.
Jika dibandingkan dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, jumlah aliran dana gelap tersebut mencapai 2,2 persen. "Hampir menyamai defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2014 yang tercatat sebesar 2,26 persen dari nilai PDB," ucap Fachru.
Lebih jauh Fachru memaparkan, meningkatnya aliran dana gelap yang disebabkan oleh trade misinvoicing untuk menghindarkan pajak ini, berdampak langsung pada penerimaan pajak. Potensi penerimaan pajak dari transaksi seperti ekspor atau impor, bisa hilang karena upaya penghindaran pajak ini.
"Dengan akumulasi aliran dana gelap Indonesia yang diperkirakan telah melampaui 2500 triliun dalam sepuluh tahun terakhir, kehilangan penerimaan pajak negara terhitung sangat besar," kata Fachru.