REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Puluhan warga Desa Glagaharjo, Cangkringan menghampiri Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (DPUP) Sleman. Dalam kesempatan tersebut, mereka meminta Pemkab Sleman segera memperbaiki jalan yang rusak di desa setempat.
Pasalnya kerusakkan sarana infrastruktur tersebut menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat. Koordinator Warga Glagaharjo, Widodo menuturkan, kerusakan terjadi di sepanjang jalan Suluh, Bronggang Desa Argomulyo sampai Singlar Desa Glagaharjo. Selain itu ada juga jalan rusak lainnya dari Banjarsari sampai depan Kantor Desa Glagaharjo.
“Sejak erupsi 2010, jalan di sana belum tersentuh pembangunan,” ujarnya saat audiensi di Kantor DPUP Sleman, Kamis (18/2). Ia mengatakan, kedatangan warga ke Pemkab Sleman, hanya bertujuan untuk menyampaikan permintaan perbaikan jalan.
Sebab, saat ini banyak potensi wisata di Desa Glagaharjo yang tidak bisa diekspose karena sarana infrastruktur yang jelek. Di antaranya makam Mbah Marijan, Bumi Perkemahan Glagahsari, dan Goa Jepang. “Hampir enam tahun kami merasakan keberadaan yang memperihatinkan. Padahal desa lain sudah dibangun. Tapi kami belum,” kata Widodo.
Sementara itu warga Ngancar, Glagaharjo, Sudiso (42) menuturkan, jalan di wilayahnya sulit dilewati. Padahal saat ini petani sudah mulai menanam pohon sengon. Akibat kondisi jalan yang jelek, harga pohon sengon pun memburuk. “Ya pembeli juga banyak yang tidak jadi beli ke kami. Karena medannya itu berat,” ujarnya.
Tekait hal ini, Kepala Bidang Binamarga, DPUP Sleman, Mirza Anfanzury menyampaikan, sebenarnya wilayah Glagaharjo yang dimaksud masyarakat merupakan kawasan rawan bencana (KRB) III. Ia menuturkan, di kawasan tersebut memang tidak boleh dilakukan pembangunan. Pertimbangannya menyangkut keselamatan masyarakat.
Namun ia mengatakan keinginan masyarakat terkait pembangunan di sana akan disampaikan pada Bupati Sleman. “Keputusannya, nanti terserah Bupati. Yang jelas kami sendiri memang tidak ada anggaran untuk pembangunan di sana,” ujar Mirza.
Sementara itu Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Setda Sleman, Sungkono mengemukakan, KRB III merupakan wilayah hutan lindung dan hutan budidaya. Larangan pembangunan di area tersebut juga ditujukan untuk menjaga keasrian hutan Lereng Merapi. “Itu memang khusus dan dikosongkan,” ujarnya.
Di sisi lain, larangan pembangunan juga ditujukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya erupsi merapi dan bencana lahar dingin. Hal ini pun dibenarkan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman, Julisetiono Dwi Wasito.
Menurutnya, meskipun warga di sekitar Lereng Merapi sudah memiliki kemandirian dalam menghadapi bencana, pemerintah tetap berkewajiban melindungi masyarakat. “Tujuan kami kan baik,” katanya.