Kamis 18 Feb 2016 16:24 WIB

Kejagung Periksa Enam Saksi Mobile-8

Palu Hakim (Ilustrasi)
Palu Hakim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung diminta mengedepankan sikap profesional dalam menangani sebuah kasus dan tidak bisa menggunakan berbagai cara, sehingga terkesan sewenang-wenang. Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Bandung Agustinus Pohan, mengakui, dalam banyak kasus, jaksa maupun polisi seringkali dalam memeriksa seseorang dirasakan sebagai pemaksaan karena si terperiksa tidak berkait dengan kasus tersebut.

"Itu bukan terjadi bukan hanya di kasus Mobile-8 saja, sering terjadi juga dilakukan kejaksaan dan polisi," kata Agustinus Pohan, Kamis (18/2).

Banyak pihak menilai, kasus Mobile-8 lebih bernuansa politis ketimbang penegakan hukum. Karena Jaksa Agung Prasetyo yang berasal dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Hary Tanoesoedibyo sebagai pendiri Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang dahulu adalah satu tim dengan Surya Paloh, pendiri Partai Nasdem. Apalagi dalam survei terakhir yang dilakukan CSIS, peringkat Perindo sudah mengungguli Nasdem.

Pengamat hukum Martin Pongrekun menilai lantaran ada nuansa politis yang kuat membuat penyidikan restitusi pajak Mobile-8, maka terkesan dipaksakan karena jika sudah ada ketetapan dari Ditjen Pajak bahwa restitusi pajak Mobile-8 tidak bermasalah, maka fakta itu yang harus dipakai oleh kejaksaan.

"Kalau sudah ada ketetapan dari Ditjen Pajak, ya, sudah tidak usah dipermasalahkan. Ditjen Pajak lah yang berwenang menentukan bermasalah atau tidak," katanya saat dihubungi wartawan, Kamis.

Justru, jika memang restitusi dipermasalahkan, maka harus ditanya juga Dirjen Pajak yang mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP-LB). Martin menjelaskan setiap wajib pajak berhak mengajukan restusi. Dan soal restitusi ini, tidak hanya satu dua perusahaan saja yang mengajukan. Itu belum lagi ada restitusi bea.

"Jadi harus dilihat juga masalah di restitusi yang lain," katanya.

Kejagung memeriksa enam saksi dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile-8, seputar besaran transaksi perdagangan yang dilakukan perusahaan tersebut.

"Selain itu, ditanyai pula soal kebenaran atas ada atau tidaknya proses serta mekanisme penempatan dana yang berasal dari PT Mobile8 Telecom sejumlah Rp 80 miliar kepada PT Djaya Nusantara Komunikasi melalui PT TDM Aset Manajemen dan Pasar Modal untuk pembelian voucher milik perusahaan itu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Amir Yanto di Jakarta, Kamis.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik JAM Pidsus, Rabu (17/2), enam saksi diperiksa, yakni, Rino (Direktur PT Pandu Siwi Sentosa), Rudy Anwar (Direktur Utama PT Hitelnet Nusantara), Djie Djoni Muhadi (Direktur Utama PT Visi Nusantara Pratama), Dicky Dewanto Asmoro (Direktur Utama PT Wira Pamungkas Pariwara).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement