REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- JAKARTA -- KPK menahan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan BRM sebagai tersangka kasus kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tahap III Kemenhub di Sorong tahun 2011.
"Untuk kepentingan penyidikan, penyidik KPK melakukan penahanan terhadap dua tersangka yaitu BRM (Dirjen Hubla) dan DJP (Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Laut)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK Jakarta, Selasa.
BRM yang keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 17.45 WIB hanya menundukkan kepala tanpa berkata apapun mengenai penahanannya. BRM ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka untuk pertama kalinya.
"Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di rumah tahanan negara yang berbeda. Tersangka BRM ditahan di rutan kelas 1 Jakarta Timur cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur, sedangkan tersangka DJP di rutan Polres Jakarta Timur," tambah Priharsa.
BRM menjadi tersangka saat menjabat sebagai Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) Kemenhub yang menjadi Kuasa Pengguna Anggaran dalam pengadaan tersebut. Selain Bobby, KPK juga sudah menetapkan DJP sebagai tersangka.
Keduanya diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam dakwaan mantan General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan pada kasus yang sama, disebutkan bahwa Budi meminta bantuan BRM dan DJP yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam proyek tersebut untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek itu.
Budi meminta tolong kepada BRM untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek pembangunan BP2IP Sorong. Bobby lalu mengarahkan terdakwa untuk menemui DJP, meski diketahui PT Hutama Karya sebelumnya
tidak pernah mengikuti kegiatan lelang pembangunan diklat Ilmu Pelayaran (rating school) di Sorong tahap I dan II dan mendapatkan 10 persen fee dari nilai kontrak yang diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen dan pihak lain yang terlibat.
Budi dengan BRM dan DJP kembali bertemu setelah PT HK dibatalkan kemenangannya pada lelang. Kalahnya PT HK karena PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggahan dengan alasan sistem penilaian panitia lelang tidak menggunakan sistem gugur sesuai dokumen RKS yang kemudian diterima Itjen Kemenhub. Budi meminta BRM dan DJP agar PT HK tetap dimenangkan.
Atas perannya, BRM mendapatkan Rp480 juta dan DJP memperoleh Rp620 juta dari total kerugian negara seluruhnya Rp40,193 miliar yang diperoleh dari selisih nilai pekerjaan yang diserahkan kepada subkon (Rp19,462 miliar), kontrak PT Hutama Karya dengan subkontraktor fiktif (Rp10,238 miliar), penggelembungan biaya operasional (Rp7,4 miliar) dan kekurangan volume pekerjaan (Rp3,09 miliar).
Terkait perkara ini, Budi Rachmat Kurniawan, Pejabat Pembuat Komitmen Sugiarto dan Ketua Panitia Pengadaan Irawan juga menunggu vonis.