REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti menilai sikap Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK belum tentu bisa menjadi angin segar.
Menurutnya pernyataan sikap tersebut bisa saja sekadar taktik untuk meredam gerakan penolakan dari masyarakat selama ini.
“Bisa angin segar, tapi juga bisa sekadar taktik untuk melemahkan gerakan penolakan ini,” kata Ray saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (13/2).
Ray menambahkan, penolakan tersebut juga bisa saja hanya untuk mencari simpati masyarakat. Terlebih pernyataan sikap tersebut dilayangkan setelah mengetahui sebagian besar fraksi mendukung adanya revisi UU KPK.
“Tanpa dukungan mereka pun, toh pasal itu akan lolos. Mungkin pada hakekatnya mereka juga setuju. Tapi agar ada simpati publik terhadap partai mereka, karena publik juga mengatakan nggak setuju, ya mereka mengatakan nggak setuju,” ucap Ray.
Apapun tujuannya, kata Ray, apresiasi tetap harus diberikan atas langkah dua pertai tersebut yang menyatakan menolak revisi UU KPK. Sebab, biar bagaimana pun langkah partai-partai tersebut telah memperkuat barisan penolakan terhadap revisi UU KPK yang jelas-jelas ingin melemahkan pemberantasan korupsi.
Seperti diketahui, dalam rapat Badan Legislasi Rabu (10/2) lalu, sebanyak sembilan fraksi menyetujui revisi. Di antaranya Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS, Fraksi Hanura, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi Golkar, dan Fraksi PAN. Hanya Fraksi Partai Gerindra yang saat itu menolak revisi UU KPK.
Namun belakangan, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan agar fraksinya di DPR menolak revisi UU KPK. Fraksi PKS juga memutuskan menolak melanjutkan pembahasan revisi UU tersebut.