REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho menilai usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah kaprah.
"Sebetulnya memerlukan usul itu siapa? KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kan enggak pernah mengusulkan, enggak pernah berpikir (untuk mengusulkan revisi UU KPK)," katanya, Jumat (12/2).
Ia mengatakan bahwa yang menginginkan perubahan atau revisi UU KPK justru pihak luar, yakni parlemen. Menurutnya, pertanyaannya saat ini adalah apa urgensinya, kepentingan, dan motif parlemen menginginkan revisi UU KPK tersebut.
"Setelah berlanjut, ternyata materinya itu mengubah kewenangan KPK yang justru jantungnya seperti penyadapan, pengawasan, penyidik, dan sebagainya. Dari rumusan yang ada ini, kita sebetulnya tidak percaya kepada parlemen," jelasnya.
Bahkan, kata dia, Presiden Joko Widodo menyatakan jika nantinya revisi UU KPK melebar ke mana-mana akan disetop, berarti kekhawatiran itu ada. Oleh karena itu, lanjut dia, daripada pembahasannya berlarut-larut lebih baik revisi UU KPK dihentikan.
"Kita bukan berarti alergi pembaruan tetapi belum saatnya karena kondisi politik dari berbagai kepentingan itu tinggi sekali. Jangan sampai revisi tersebut membuat KPK itu kerdil," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa perubahan itu tidak masalah tetapi sebaiknya dilakukan setelah 10 tahun. Menurutnya saat ini tidak tepat melakukan revisi UU KPK. "Jangan sekarang di saat kondisi politik serba tidak jelas," ucapnya.
Menurut dia, alangkah lebih baik jika saat ini membicarakan revisi kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) yang sudah lebih dulu ada namun tidak segera diselesaikan. Terkait usulan pembentukan Badan Pengawas untuk mengawasi KPK, Hibnu mengatakan bahwa hal itu sebuah bentuk ketidakpercayaan kepada KPK.
"KPK itu dibentuk pada suatu kondisi yang 'extra ordinary', semuanya mempunyai kapabilitas, semuanya sudah mempunyai sistem. Jadi, Badan Pengawas ini akhirnya menjadikan KPK sebagai komisi yang tidak independen karena diawasi," jelasnya lagi.
Hibnu mengatakan bahwa konteks awal KPK didirikan sebagai komisi yang independen sehingga jika diawasi menjadi tidak independen sehingga akan menimbulkan masalah lagi. Dengan demikian, kata dia, revisi terhadap UU KPK menunjukkan adanya ketakutan terhadap kiprah komisi tersebut dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.