REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterlibatan lembaga hukum diperlukan saat menentukan jabatan-jabatan publik, termasuk ketua umum partai politik. Dalam kasus Partai Golkar yang sedang mencari ketum, pelibatan KPK, PPATK, dan aparat penegak hukum lainnya, adalah hak internal partai berlambang pohon beringin tersebut.
Pengamat politik dari Poltracking Indonesia, Hanta Yuda, Rabu (10/2), mengatakan, "Caranya apa, mereka sepakati saja. Dan yang terpenting (yang memilh) itu bukan KPK, namun DPD. Dan pengurus suara harus difokuskan."
Hanta Yuda mengatakan, dulu Presiden Jokowi saat mengangkat menteri melibatkan lembaga penegak hukum. Meski partai bukan organisasi pemerintahan, namun posisi ketum Golkar adalah jabatan publik.
"Ini kan juga jabatan penting untuk menuju jabatan publik," tutur dia.
Keterlibatan aparat penegak hukum menurut Hanta, agar pemilihan ketum Golkar bersifat demokratis, terbuka dan tidak berbasis kepada kekuatan uang. Sebab, Hanta berpendapat, di setiap pemilihan jabatan publik di Indonesia, selalu melibatkan dua hal. "Pertama pengaruh kapital, kedua kekuatan kekuasaan," tutur dia.
Sehingga, jika ingin bertransformasi, ia menyarankan Golkar harus menjauh dari pengaruh kapitan dan kekuatan kekuasaan.