REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Juliantono mendesak pemerintahan Joko Widodo membatalkan mega proyek Kereta Cepat (high speed railway/HSR) Jakarta-Bandung yang menghabiskan dana sekitar lebih dari Rp 70 triliun. Menurut Ferry, proyek yang bekerja sama dengan Cina itu hanya untuk kepentingan sejumlah pebisnis saja.
Selain itu, kata Ferry, proyek kereta cepat juga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat. "Kita meminta Presiden Jokowi membatalkan proyek tersebut, karena kita melihat ada kepentingan bisnis properti dibalik proyek itu seperti Sinar Mas, Sumarecon, dan Lippo. Kami melihat juga proyek tersebut tidak sesuai dan tidak ada dalam rencana tata ruang wilayah,” kata Ferry melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (10/2).
Ferry juga heran dengan sikap pemerintah yang begitu ngotot dengan proyek kereta cepat ini. Adanya sejumlah kejanggalan serta tidak ada transparansi dalam proyek tersebut menurut dia harus ditelusuri oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
"Segera KPK terlibat dalam melakukan pencegahan korupsi proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. DPR RI juga harus memanggil pemerintah untuk menjelaskan secara rinci proyek kereta cepat dan membentuk pantia khusus kereta cepat dan memanggil semua pihak yang terlibat," kata Ferry. (Kemenhub Kembali Kaji Kelayakan Kereta Cepat).
Penolakan untuk proyek kereta cepat ini dilakukan Ferry bersama sejumlah aktivis seperti Ketua Dewan Nasional WALHI Dadang Sudarja, Sekertaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin dan Ketua PRODEM Andrianto yang tergabung Koalisi Masyarakat Menolak Pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung.
Selain itu, lanjut Ferry, aksi penolakan ini juga mendapat dukungan dari sejumlah LSM, aktivis, tokoh agama, tokoh adat, tokoh Muda, serta ormas di DKI Jakarta dan Jawa Barat.