Rabu 10 Feb 2016 17:34 WIB

ICJR: Penahanan Terkait Kasus ITE Harus Kantongi Izin

Twitter. Ilustrasi
Foto: PA Images / Andrew Matthews/PA Wire
Twitter. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan bahwa penahanan kasus pelanggaran Undang-Undang ITE harus 'mengantongi' izin dari ketua pengadilan terlebih dahulu.

"Penahanan atas pelanggaran pencemaran nama baik menurut UU ITE, tidak bisa asal ditahan, izin dulu ketua pengadilan," kata Anggara dalam acara diskusi di Jakarta Pusat, Rabu (10/2).

Anggara menyayangkan pemerintah kurang konsisten atas prosedur ini, kebanyakan kasus, tersangka langsung ditahan atas kaitan dengan pelanggaran UU ITE.

"Hal ini sebenarnya dimaksudkan agar polisi tidak asal tahan. Maka, baiknya izin ketua pengadilan. Kalau asal 'ciduk' saja, bisa-bisa banyak orang ditahan atas tuduhan-tuduhan itu," katanya.

Ia juga menyayangkan banyak orang yang belum memahami katagori pencemaran nama baik dan penistaan nama.

Jika pencemaran nama baik hanya masih berdasar pada opini dan subyektivitas kata-kata dari satu orang ke orang lain, kata kotor masuk kategori.

Namun, jika penistaan sudah mengarah pada tuduhan yang belum berdasar fakta-fakta atau bukti fisik.

"Ya, kalau punya kuasa atau hak, bisa saja langsung melaporkan, tetapi kadang pelaporannya tidak pas, bisa saja itu kritikan, namun dimaksudkan pencemaran," katanya.

Oleh karena itu, revisi UU ITE diperlukan untuk mempertegas batasan-batasan dan aturan hingga pelanggarannnya serta sanksi yang diterima karena zaman sudah memasuki era teknologi, bukan justru aturan yang membatasi kreativitas masyarakat.

Aturan mengenai penyadapan juga perlu dipertegas karena rawan berbenturan dengan wewenang suatu instansi negara. Ia juga menyarankan adanya perlindungan data pribadi terkait dengan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Kami menambahkan atau menyarankan dua hal, salah satunya adalah perlindungan data pribadi agar ditegaskan diatur dgn UU sehingga tidak adanya pelanggaran hak asasi atas penggunaan atau pencurian data," kata Anggara.

Selain itu, usulan kedua adalah mengenai pemblokiran situs yang masih rentan tendensi bisnis agar ditentukan otoritas yang berwenang melakukan pemblokiran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement