Rabu 10 Feb 2016 14:01 WIB

Ketika Guru Harus Berteriak di Depan Istana Negara

Rep: C18/ Red: Ilham
Demo guru honorer yang tergabung dalam PGRI.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Demo guru honorer yang tergabung dalam PGRI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dwi Indayati menempuh lebih dari 13 jam perjalanan dari Kediri, Jawa Timur menuju Jakarta. Kedatangan wanita 46 tahun itu ke Ibu Kota untuk memperjuangkan nasibnya demi mendapatkan status sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS).

Dewi tidak masalah harus menempuh belasan jam perjalanan jika itu untuk mendapatkan hak yang seharusnya sudah dia dapatkan semenjak berkarier sebagai tenaga kerja honorer sejak 26 tahun silam. "Satu-satunya tujuan saya ke sini untuk mendapatkan pengangkatan sebagai PNS tanpa tes, itu saja," kata Dwi di Jakarta, Rabu (10/2).

Dwi, ikut sebagai salah satu demonstran guru yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara. Para pengajar, panutan para siswanya, dan tumpuan dasar generasi bangsa Indonesia itu kini berteriak di depan Istana. Mereka ingin menagih Presiden Joko Widodo yang pernah berjanji segera mengangkat pegawai honorer K2 menjadi PNS.

Dwi yang datang menggunakan seragam batik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) hitam-putih mengaku tidak memiliki harapan lain kecuali diturunkannya payung hukum terkait pengangkatan pegawai honorer K2. Mendung menggantung di atasnya, namun tekat Dwi bulat untuk menuntut kejelasan nasibnya.

Dwi mengaku siap berjuang mati-matian untuk mendapatkan kekuatan hukum yang akan menaunginya bersama pegawai honorer K2 lainnya. "Paling tidak saya akan bertahan sampaia besok, sesuai dengan rencana aksi unjuk rasa ini," kata wanita berkacamata itu.

Sebenaranya, bukan hal mudah bagi Dwi untuk sampai ke Jakarta. Dia harus meninggalkan murid-muridnya yang berniat menuntut ilmu di SD Negeri 1 Kediri. Belum lagi, perizinan dari Kepala Sekolah serta dinas pendidikan dan lainnya harus ia penuhi sebelum berangkat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement