Selasa 02 Feb 2016 22:09 WIB

Yayasan Supersemar Mengaku tak Punya Aset Tanah di Bogor

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Karta Raharja Ucu
Beasiswa Supersemar (Ilustrasi)
Foto: YAYASAN SUPERSEMAR
Beasiswa Supersemar (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengirimkan surat permohonan eksekusi aset Yayasan Supersemar ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dalam surat tersebut disebutkan aset yang diminta dieksekusi yaitu, rekening, giro, deposito, enam mobil, tanah di Jakarta dan Bogor.

Kuasa hukum Yayasan Supersemar, Bambang Hartono mengatakan Kejakgung tahu persis aset yang dimiliki yayasan. Sebab, semua data sudah diserahkan ke Kejakgung.

"Kalau untuk tanah, gak ada satupun di Bogor, hanya punya di Granadi (Jakarta) 20 persen," ujar Bambang, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (2/2).

Menurut Bambang, Yayasan Supersemar tetap akan meminta kebijaksanaan pemerintah untuk tidak melaksanakan eksekusi. Karena jaksa mengetahui uang tersebut digunakan untuk apa.

Uang itu disimpan di bank dan bunganya digunakan untuk beasiswa. Apabila uang tersebut disita, kata Bambang, siapa yang akan bertanggungjawab terhadap beasiswa tersebut.

"Kalau memang pemerintah tega, silahkan," kata Bambang.

Selain itu, Bambang mengungkapkan, yayasan hanya menerima uang pemerintah Rp 309 miliar. Bambang menampik pemerintah melalui delapan bank memberikan 420 juta dolar AS.

Bambang mengaku dapat membuktikan dengan hasil uji forensik yang dilakukan Jamdatun saat masih dijabat Suhanjono. Apabila harus dilaksanakan eksekusi, Bambang menegaskan, Yayasan Supersemar akan duduk bersama dengan pemerintah.

Ia menilai kasus tersebut lucu. Sebab, penuntutan terhadap mantan presiden Soeharto sudah dihentikan.

Dengan begitu, perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Soeharto sudah tidak ada. "Secara hukum kalau pemerintah mengajukan gugatan kalau perbuatan pidana itu terbukti, baru ajukan gugatan," Bambang menuturkan.

Kasus ini, lanjut Bambang, hanya berdasarkan BAP dari kesaksian Soeharto. Namun, Bambang memaklumi apa yang dilakukan pemerintah karena Soeharto mendapatkan banyak hujatan.

Seperti diketahui, Yayasan Supersemar harus membayar denda Rp 4,4 triliun setelah Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan negara melalui Kejaksaan Agung terkait pengembalian denda Rp 139 juta pada putusan tingkat kasasi.

Menurut Kejakgung, seharusnya denda yang harus dikembalikan Rp 139 miliar bukan Rp 139 juta. Dengan putusan PK yang dimenangkan pihak Kejakgung maka Yayasan Supersemar diwajibkan membayar 315 juta dolar ASatau setara Rp 4,25 triliun dan ditambah Rp 139 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement