Jumat 29 Jan 2016 11:57 WIB

Yusril: Yasonna Contoh Menteri Hukum yang Buruk

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nidia Zuraya
Yusril Ihza Mahendra
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly merupakan contoh buruk sebagai seorang kepala suatu departemen yang menangani urusan hukum. Hal tersebut merujuk pada sejumlah komentar yang dilontarkan Yasonna ihwal sengketa di tubuh Partai Golkar dan PPP.

"Padahal, sebagai menteri hukum, dia harus berpikir dan bertindak legalistik," katanya dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Jumat (29/1).

Ia mencontohkan, melihat pada putusan PN Jakarta Utara, diktum putusan menyatakan Menkumham telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan SK pengesahan kepengurusan DPP Partai Golkar hasil munas Ancol.

Dalam diktum putusan, ia melanjutkan, mewajibkan Menkumham untuk mencabut SK tersebut dan secara tanggung renteng dengan para tergugat, membayar ganti rugi sejumlah uang kepada pihak penggugat atau kubu Aburizal Bakrie (ARB).

Namun, Yusril melihat, konsideran keputusan Menkumham sama sekali tidak mencantumkan putusan PN Jakarta Utara sebagai landasan mengambil keputusan. Justru, menurut dia, Menkumham beranggapan kebijakan yang ia keluarkan semata-mata untuk menyelesaikan konflik Golkar.

"Ini bukan soal kebijakan, tapi soal menjalankan putusan pengadilan. Ngawur bener Menkumham ini, dan wajib hukumnya Pak Bamsoet untuk ajukan pertanyaan pada Menkumham dalam Raker Komisi III DPR," tuturnya.

Keputusan pengadilan, ia mengatakan, sudah jelas dan inkracht. Pun, dalam urusan PPP, menurut Yusril, Menkumham tetap ngeyel.

Dengan adanya putusan mahkamah partai dan putusan kasasi MA, ia menuturkan, Menkumham wajib mengesahkan DPP PPP hasil munas Jakarta, seperti yang dimohonkan pengurus hasil munas Jakarta.

Seharusnya, sebagai menteri kehakiman yang tidak memiliki kepentingan pribadi dalam setiap SK, keputusan PTUN wajib dijalankan. Yusril menjelaskan, inilah alasan mengapa dia menolak menjadi penasihat hukum saat pihak kubu munas Surabaya memintanya menjadi pengacara untuk peninjauan kembali (PK).

"Dengan halus saya menolak karena saya berkeyakinan putusan MA itu sudah benar, Yasonna tinggal laksanakan saja," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement