REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pergerakan aktivis lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dinilai sudah masif. Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menjelaskan, mereka seolah mendapat energi baru karena legalitas LGBT di dunia Barat sudah diakui.
Pada 26 Juni 2015, Mahkamah Agung (MA) Amerika memperbolehkan pernikahan sesama jenis di seluruh wilayah Amerika Serikat (50 negara bagian). Padahal, sebelumnya hanya 37 negara bagian yang diperbolehkan.
Buntutnya, di Indonesia, beberapa publik figur mendukung putusan MA Amerika ini. “Mereka seakan menanti aturan tersebut juga diberlakukan di Indonesia. Walaupun sebagian besar menolak dan anti terhadap pernikahan sesama jenis ini,” kata dia kepada Republika.co.id, Senin (25/1).
(Baca: Empat Modus Gerakan LGBT Serang Indonesia).
Manager menjelaskan, Indonesia tidak dapat memberlakukan pernikahan sesama jenis ke dalam bentuk regulasi. Pasalnya, pernikahan sesama jenis bertentangan dengan ideologi negara, Pancasila, dan konstitusi Indonesia.
Konstitusi Indonesia menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai inti Pancasila yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang beragama. “Sebagai bangsa yang beragama, maka sudah sejatinya menolak pernikahan sesama jenis yang merupakan perilaku menyimpang,” ujarnya.
(Baca: Berapa Sebenarnya Jumlah Gay di Seluruh Indonesia?).
Landasan filosofis HAM di Indonesia bukan hanya Deklarasi Universal HAM oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melainkan juga sila kedua Pancasila, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Menurut dia, sebagai bangsa yang beradab, tentu Indonesia dan juga agama-agama di Indonesia menolak penyimpangan seksual kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).