Sabtu 23 Jan 2016 02:30 WIB

MK Diminta Tegas Memutuskan Perkara Gugatan Pilkada

Palu hakim, ilustrasi
Foto: info.ngawitani.org
Palu hakim, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada dinilai rentan dijadikan tameng hukum bagi para calon pemimpin daerah untuk melakukan kecurangan. Sehingga kecurangan itu tidak bisa disengketakan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menyebut Pasal 158 sebagai pasal eksis. "Walaupun saya sendiri tidak setuju secara substansial dan secara konstitusional. Karena pasal itu sama saja dengan benteng bagi para calon (tidak semua calon baik memang), tapi kita tidak bisa hindari bahwa ada praktik yang salah," kata Margarito.

"Tetapi ya itu, begitu selisihnya melebihi dua untuk penduduk tertentu, 1,5 persen untuk masyarakat tertentu, 0,5 persen untuk masyarakat tertentu, tidak bisa diapa-apain," jelasnya lagi.

Contoh kasus dari pasal tersebut adalah Pilkada Jember. Majelis hakim MK dilaporkan menolak permohonan gugatan pemilihan kepala daerah yang diajukan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Jember, Sugiarto-Dwi Koryanto, dalam agenda sidang putusan sela di Mahkamah Konstitusi, Jumat (23/1).

Pimpinan sidang Arief Hidayat yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyatakan, gugatan pemohon tidak dapat dipertimbangkan dan tidak dapat diterima. "Pengajuan gugatan pemohon tidak memenui syarat dan pokok perkara pemohon serta eksepsi lain dari pihak pemohon tidak dipertimbangkan," kata Arief dalam persidangan dengan agenda putusan 'dismissal' atau putusan sela perselisihan hasil Pilkada Jember di MK.

Sebelum MK mempertimbangkan lebih lanjut mengenai pokok pemohon, lanjutnya, Mahkamah terlebih dahulu mempertimbangkan eksepsi termohon yang menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak memenuhi ketentuan.

Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 dan pasal 6 Peraturan MK 15 tahun 2015, MK memutuskan jumlah penduduk Kabupaten Jember berdasarkan Data Agregat Kependudukan (DAK) per kecamatan sebanyak 2.592.332 jiwa. Dengan demikian, selisih perolehan suara yang dapat dipertimbangkan paling banyak sebesar 0,5 persen atau setara 2.628 suara.

"Sementara perhitungan manual KPU Jember, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Jember nomor urut 2, Faida-Abdul Muqit Arief mendapatkan sebanyak 525.519 suara, sedangkan pasangan calon nomor urut 1, Sugiarto-Dwi Koryanto mendapatkan 452.085 suara," kata pimpinan sidang memaparkan.

Artinya, perbedaan suara antara kedua pasangan calon yaitu sebesar 73.434 suara atau setara 13,97 persen. "Oleh sebab itu, pengajuan gugatan pemohon tidak memenui syarat dan pokok perkara pemohon serta eksepsi lain dari pihak pemohon tidak dipertimbangkan," kata Arief.

Margarito mengingatkan kalaupun harus menggunakan pasal itu untuk mengambil keputusan, MK harus melakukan kepastian fakta bahwa tidak ada kecurangan dalam proses Pilkada tersebut. Kalau fakta itu sudah kuat dan keras, walaupun selisihnya melebih dua persen untuk jumlah masyarakat tertentu, MK harus mengakomodasi.

"Tidak boleh mereka terpaku juga dengan pasal 158," kata dia menegaskan.

Ia juga menantang MK agar bersikap tegas dalam memutus perkara dengan cara yang sangat adil. Bagi yang memang bersalah melakukan kecurangan dalam proses pemilihan, maka MK harus mengambil tindakan tegas, bukan malah melakukan perlindungan, apalagi dengan menggunakan pasal-pasang yang condong bisa berpihak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement