Jumat 22 Jan 2016 10:26 WIB

Pembelian Saham Freeport Harus Tunggu Revisi UU Minerba

Rep: amri amrullah/ Red: Muhammad Subarkah
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Ahad (20/9).   (Antara/Muhammad Adimaja)
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Ahad (20/9). (Antara/Muhammad Adimaja)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Iskan Qolba Lubis menegaskan bahwa keputusan untuk membeli saham PT Freeport Indonesia (PT FI) seharusnya menunggu diselesaikannya Revisi UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Iskan menilai PT FI telah melanggar UU Minerba Pasal 170 dimana hingga saat ini belum mampu membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Padahal, dalam UU tersebut, disebutkan bahwa pemegang Kontrak Karya yang sudah berproduksi diwajibkan membangun pemurnian selambat-lambatnya lima tahun setelah undang-undang ini diundangkan, yaitu di tahun 2014.

“Freeport sudah diberikan kelonggaran waktu tiga tahun, dari yang seharusnya membangun smelter selambat-lambatnya di tahun 2014 menjadi 2017. Ini yang kami katakan PT FI telah banyak melanggar UU,” ujar dia Kamis (21/1).

Padahal, tambah Iskan, dalam laporan PT FI disebutkan bahwa perusahaan yang berinduk di Amerika Serikat ini baru akan membangun pabrik Smelter di bulan keenam tahun 2016. “Sedangkan, menurut  analisa dari Komisi VII, dibutuhkan waktu minimal dua tahun (2018) untuk bisa membangun smelter. Jadi, secara logika, Freeport melanggar UU lagi,” ujar Iskan

Ia berharap dengan adanya Revisi UU Minerba ini, pengelolaan seluruh kekayaan alam, khususnya mineral dan batubara, akan kembali dikuasai oleh Indonesia. "Tidak boleh kekayaan alam Indonesia, diklaim oleh negara lain, lalu dijual sahamnya di luar negeri, atau diagunkan di luar negeri. Jadi, asetnya adalah milik negara, bukan milik perusahaan, atau negara lain,” kata dia.

Sebelumnya pada Jumat 8 Januari lalu Menteri BUMN Rini Soemarmo mengatakan bahwa pihaknya berminat untuk membeli divestasi saham 10,64 persen dengan melibatkan empat BUMN, yaitu Aneka Tambang (Antam), Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero).

Namun hingga saat ini, kebijakan tersebut masih tarik-ulur. Oleh karena masih menunggu keputusan pemerintah terkait diperpanjang atau tidaknya Kontrak Karya PT FI yang akan berakhir di tahun 2021 ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement