REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mengatakan undang-undang (UU) Antiterorisme yang telah ada saat ini sudah cukup memadai. Pihaknya menyarankan evaluasi kinerja aparat pemberantas terorisme sebagai alternatif pengganti wacana revisi UU Antiterorisme.
"Kita sudah punya UU Antiterorisme, UU intelijen, UU Polri, dan beberapa peraturan lain yang memberikan batasan penindakan terhadap aksi teror. Belum lagi ada instrumen BTPN dan Densus. Secara hukum dan kapasitas sebenarnya sudah memadai untuk mengatasi terorisme," jelas Haris ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (20/1).
(Baca: Revisi UU Antiterorisme Masuk Prolegnas 2016).
Haris pun mengkritisi belum adanya evaluasi antarlembaga pemberantasan teror tersebut. Semestinya, koordinasi dan kompetensi pelaku antarlembaga yang menjadi poin evaluasi utama."Tiba-tiba setelah kejadian ledakan Sarinah langsung ada wacana mendesak revisi UU. Evaluasi dulu koordinasi antarlembaga, jangan-jangan sudah diketahui akan ada teror tetapi dibiarkan," tegas Haris.
Mengenai penambahan kewenangan menindak individu yang dicurigai terlibat organisasi teroris, Haris menilai hal itu terlalu berlebihan. Dia menyarankan agar ke depannya, aparat pemberantas teroris lebih meningkatkan kompetensi dan koordinasi dalam menindak individu-individu yang dimaksud.