REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi, menilai, jika pemerintah berniat mengajukan revisi terhadap UU No.15 Tahun 2003, maka harus ada penegasan terkait kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Sebab, selama ini, BNPT dianggap tidak fokus dalam perumusan kebijakan umum penanggulangan teroris dan koordinasi antara lembaga. Tidak hanya merumuskan kebijakan umum dan koordinasi, BNPT, tutur Muradi, malah ikut-ikutan mengerjakan aspek operasional.
Padahal, tugas utama BNPT sebenarnya merencanakan kebijakan umum dan pengkoordinasian lembaga-lembaga terkait dalam penanggulangan terorisme, seperti BIN, Polri, dan TNI. Penegasan kewenangan BNPT ini, kata Muradi, bisa dicantumkan di revisi UU Terorisme.
''Sebenarnya yang penting buat BNPT adalah mengkoordinasikan dan menetapkan kebijakan umum dari pemberantasan terorisme. Harus ditegaskan, BNPT fokus di dua hal itu tadi,'' kata Muradi ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (18/1).
Tidak hanya itu, dalam koordinasi tersebut, BNPT melakukan supervisi atas kebijakan-kebijakan rencana umum terhadap penanggulangan terorisme. Supervisi itu dilakukan agar, dalam melaksanakan program penanggulangan terorisme, lembaga-lembaga terkait tidak keluar dari koridor yang sudah ditetapkan.
''Biar deteksi dini dilakukan BIN, Polri menangkap dan menahan para pelaku teror. Biar mereka melakukan tugas operasional, kemudian nanti disupervisi oleh BNPT,'' ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah lewat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan rencana revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Rencana ini diungkapkan pemerintah, sehari setelah adanya insiden serangan teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1) silam.