Jumat 08 Jan 2016 08:48 WIB

Dendang Politik Dangdut Koplo

Red: M Akbar
Anas Syahrul Alimi
Foto:
Ilustrasi Dangdut Koplo

Dangdut koplo merupakan suara lain yang eksis dalam ruang kemunafikan kebudayaan kita. Mengacu pada konsep Dick Hebdige (1979) dalam Sub Culture: The Meaning of Style, dangdut koplo merupakan sebuah subkultur.

Jeffrey Paris and Michael Ault, dalam Subcultures and Political Resistance (Peace Review 16:4, Desember. 2004: 403-407) menulis subkultur merupakan arena resistensi untuk melawan problem kemapapan yang penuh dengan paradoks.

Subkultur hadir sebagai representasi ketidakpatuhan individu yang menolak terhadap kemapanan budaya yang penuh dengan keangkuhan dan kemunafikan kebudayaan.

Hiruk pikuk kemunafikan budaya politik ini jelas kontras dengan dunia keseharian artis dangdut koplo di panggung hiburan. Dangdut koplo hadir sebagai representasi genre baru yang keluar dari kemapanan kemunafikan kebudayaan dalam panggung demokrasi kita.

Kemunafikan terus menguat, ketika sejumlah regulasi telah kita lahirkan dalam agenda pemberantasan korupsi, yang ditandai dengan aturan. Namun, dalam kenyataannya, ketika berbenturan dengan kepentingan politik dan keluarganya, agenda-agenda pemberantasan korupsi ini kian diabaikan.

Tampaknya, rakyat akan lebih merindukan sosok panggung hiburan, seperti dangdut koplo, dibandingkan para tokoh panggung politik. Dengan dangdut koplo, rakyat jelas lebih senang dan terhibur dengan ketulusan para artisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement