REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai belum mengeluarkan program tepat untuk merangsang pertumbuhan produksi kakao nasional. Gerakan Nasional (Gernas) kakao yang dicanangkan Kementerian Pertanian (Kementan) sejak 2009 dianggap belum tepat sasaran.
"Sekarang ada gerakan kakao berkelanjutan tapi sama saja seperti sebelumnya," ungkap Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), Zulhefi Sikumbang, ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (29/12).
Zulhefi menuturkan, sejauh ini program pemerintah belum sanggup memacu semangat petani kakao untuk meningkatkan produksinya. Menurutnya, hal ini seharusnya melibatkan tenaga penyuluh untuk mendampingi para petani.
"Selama ini hanya berupa proyek bagi-bagi bibit dan pupuk, walaupun gratis menurut saya itu tidak tepat guna," ujar dia.
Ia menyatakan, bertani kakao memiliki banyak risiko. Tanaman ini sensitif terhadap penyakit dan cuaca ekstrem yang membuatnya menjadi sulit dibudidayakan.
Karenanya, program yang selama ini menurutnya hanya menjadikan petani sebagai objek. Solusi yang pihaknya inginkan lebih kepada pendampingan di daerah-daerah pengahasil kakao. "Selama ini solusi datangnya dari atas ke bawah. Seharusnya kan penyuluh ini ditempatkan di desa tempat petani tinggal, setelah iu pendamping ini yang memberikan masukan ke pemerintah," paparnya.
Dengan cara ini, pihaknya berharap produktivitas kakao bisa lebih ditingkatkan. Pasalnya selama 25 tahun terakhir, petani kakao selalu kesulitan untuk meningkatkan produktivitasnya.
Zulhefi mengungkapkan, produksi kakao nasional tahun ini diperkirakan hanya mencapai 340 ribu ton. Saat ini produktivitas kebun kakao di Indonesia hanya mencapai 400 kg per hektare.
Zulhefi melihat penurunan produksi ini terus terjadi secara signifikan sejak 2009. Tahun lalu, produksi kakao hanya mencapai 360ribu ton.
"Dengan adanya pemandu petani bisa mendapat transfer teknologi dan teknik merawat kakao, diberi semangat jangan lupa memangkas tanamannya, jadi lebih kepada pendampingan," cetusnya.