REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai masih berpihak pada kepentingan industi rokok. Atas dasar itulah pemerintahan Jokowi mendapatkan rapor merah dalam kaitannya melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman bahaya rokok.
"Pemerintah Jokowi mempunyai rapor merah dalam kebijakan industri rokok," kata Direktur Raya Indonesia, Hery Chairiansyah dalam jumpa pers Koalisi Nasional Masyaralat Sipil Untuk Pengendalian Rokok di Bakoel Koffie, Jakarta, Selasa (29/12).
Menurut Hery, kebijakan dan arah pembangunan pemerintahan Jokowi-JK tidak berpihak kepada perlindungan masyarakat terhadap bahaya rokok, justru cenderung mendukung industri rokok. "Pertama adalah bisa dilihat dari lahirnya RUU pertembakauan di DPR," ujarnya.
Selanjutnya, yang menunjukkan rapor merah dalam pemerintahan Jokowi, kata dia, Kementerian Perindustrian juga telah menyatakan bahwa kretek merupakan warisan budaya bangsa. Padahal, menurut Hery, gagasan tersebut sudah ditolak oleh publik.
''Ketiga pemerintahan Jokowi juga telah menerima investasi Phillip Morris di Indonesia seharga lebih dari 2 miliar US dolar. Investasi ini akan memberikan perlindungan dan jaminan agar berkembang dan mendapatkan untung, ini logika bisnisnya," ujarnya.
Tidak hanya itu, kata dia, bahkan Kementerian Koordinator Bidang Polhukam pernah mempertanyakan dan meminta pemerintah daerah untuk mencabut pelarangan iklan rokok luar ruang, seperti di Padang Panjang, Kulonprogo, Kota Bogor. Padahal, kata dia, inisiatif tersebut lahir karena pemerintah pusat tidak hadir dalam melindungi masyarakatnya.
Di tempat yang sama, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim mengatakan, Kementerian Perindustrian telah menargetkan pertumbuhan industri rokok 5 sampai 7,4 persen setiap tahuannya. Kebijakan tersebut, kata dia, akan mendorong meningkatkan produksi rokok di Indonesia menjadi 524 miliar batang pada tahun 2020.
"Kebijakan ini akan meningkatkan konsumsi dan impor daun tembakau dari luar negeri," kata Ifdhal.