Rabu 23 Dec 2015 21:05 WIB

'PDIP tak Mau Biarkan Ada Pelanggaran UU'

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR Sukur Nababan menegaskan, partainya tidak mau dinilai membiarkan pelanggaran undang-undang dalam kasus Pelindo II, sehingga meminta pemerintah melaksanakan rekomendasi Pansus Angket Pelindo II DPR.

"Tugas kita menjaga ideologi dan Trisakti, sekaligus menjaga seluruh kader agar selalu berada di garis ideologi dan melaksanakan peraturan perundang-undangan," katanya di Jakarta, Rabu (23/12).

Hal itu dikatakannya terkait opini yang berusaha dibangun bahwa tidak seharusnya PDIP menekan Pemerintah terlalu keras untuk melaksanakan rekomendasi DPR terkait hasil kerja Pansus Pelindo II DPR RI.

Menurutnya, PDIP selalu mendukung dan mempercayai Presiden Jokowi, sejak masih Wali Kota Solo sampai menjadi Presiden RI dengan berbasis keyakinan ideologis. Namun dia menegaskan, mendukung Jokowi, bukan berarti PDIP hanya sebagai partai "tukang stempel" pemerintahan.

"Bayangkan kalau PDIP hanya sekadar tukang stempel, bagaimana rakyat mempercayai kita? Tentu partai harus mengingatkan ketika UU dan ideologi tidak dilaksanakan," ujarnya.

Sukur menilai salah apabila PDIP diopinikan hendak menyerang Jokowi-JK ketika mendesak pelaksanaan rekomendasi Pansus Pelindo II DPR RI. Menurut dia, desakan itu bukan juga karena dendam tertentu kepada sosok Menteri BUMN Rini Soemarno, yang dalam rekomendasi Pansus agar diberhentikan dari jabatannya.

"Rini itu terlalu kecil, urusan kita kebangsaan dan undang-undang. Jangan disamakan kelasnya Rini dengan partai ini," katanya.

Sukur menjelaskan, sikap partainya itu justru ingin menunjukkan bahwa PDIP bukan partai tukang stempel. "Dan jangan kebijakan yang salah tetap didukung karena bisa menyebabkan negara hancur," ujarnya.

Dia menekankan, kebijakan yang benar dari pemerintahan Jokowi-JK pasti didukung namun apabila ada yang salah harus dikoreksi dan diingatkan.

"Rekomendasi sesuai hasil kerja Pansus Pelindo II DPR RI itu wajib dilaksanakan oleh Pemerintahan Jokowi-JK. Termasuk apabila salah satu konsekuensinya adalah perombakan kabinet," katanya.

Sukur mengingatkan bahwa rekomendasi DPR RI adalah konstitusional karena dilaksanakan berdasar UU, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).

Di UU itu menurut dia, ada aturan penggunaan Hak Angket, yakni menyelidiki indikasi pelanggaran aturan perundang-undangan dalam sebuah permasalahan.

"Pansus Pelindo II bekerja untuk melihat kebenaran dugaan awal yang hasilnya melahirkan rekomendasi. Sesuai aturan, rekomendasi itu adalah salah satu alat parlemen melakukan pengawasan terhadap pemerintahan," katanya.

Menurutnya, apabila hasil penyelidikan Pansus tidak didengarkan, tentu akan bisa meningkat ke hak DPR lainnya yaitu Hak Menyatakan Pendapat yang berkonsekuensi ke pemakzulan.

Ia menjelaskan, dari sisi politik, tentu kalau temuan Pansus adalah menteri melanggar UU, menjadi tanggung jawab presiden memberhentikan menteri yang melanggar.

"Secara hukum, ada penegak hukum yang bisa bekerja menelusuri dugaan pelanggaran aturan," katanya.

Sukur menekankan bahwa ketika Pemerintah hanya menganggap rekomendasi Pansus Pelindo II sebagai sekadar saran politik, maka sama saja menafikan UU.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement