REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI) Teuku Nasrullah meminta masyarakat tidak melupakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga politik. Itu berarti, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru dipilih oleh para anggota dewan di komisi III sudah pasti disesuaikan dengan politik hukum yang ingin dibangun oleh para anggota DPR.
"Kepada yang tidak terpilih, harus sadar bahwa DPR itu merupakan lembaga politik. Maka, orang-orang yang mereka pilih akan disesuaikan dengan politik hukum apa yang akan dibangun oleh DPR," kata Nasrullah di Cikini, Jakarta, Sabtu (19/12).
Nasrullah melanjutkan, saat ini DPR menginginkan KPK dipimpin orang-orang yang fokus pada pencegahan korupsi. Maka dari itu, tidak mungkin orang-orang yang mempunyai visi-misi untuk fokus pada pemberantasan akan dipilih oleh para anggota DPR.
Tak hanya itu, DPR juga sejak lama sangat "bernafsu" untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Itu juga mengartikan orang-orang yang dipilih oleh anggota DPR adalah orang-orang yang bisa memuluskan "nafsunya" tersebut.
"DPR ingin merevisi UU KPK, tidak mungkin yang dipilih adalah mereka yang menolak revisi UU KPK. Rakyat Indonesia memilih Johan Budi, tapi jika merujuk pada politik hukum yang ingin dibangun DPR bahwa Johan merupakan orang yang menentang revisi, maka nggak mungkin dia dipilih oleh DPR," ucap Nasrullah.