REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Angkasa Pura II (Persero) akhirnya melakukan uji coba skema first in first out atau FIFO di dalam pengelolaan taksi di Terminal I Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat (18/12/2015).
Meski sejumlah pihak meminta Angkasa Pura II mengurungkan niatnya untuk menerapkan skema tersebut, namun perseroan mengklaim uji coba hari pertama dianggap sukses, karena minim keluhan.
"Uji coba skema FIFO hari ini berjalan dengan baik. Ada yang kaget juga penumpang, tapi kami sudah sediakan banner dengan menaruh nomor telepon jika memang ada yang ingin laporkan keluhan terkait skema FIFO itu," kata Andika Noorjaman Operation and Services Executive Manager Angkasa Pura II kantor cabang utama Bandara Soekarno Hatta, Jumat (18/12).
Kendati masih ada beberapa penumpang yang mengeluhkan langkah perusahaan untuk menata taksi bandara, tapi Angkasa Pura II mengaku sudah melakukan sosialisasi terhadap skema tersebut jauh-jauh hari.
Angkasa Pura II juga mengaku telah mengundang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk memonitor langsung uji coba skema FIFO tersebut. "Karena ini menyangkut konsumen, jadi kami mengundang pihak-pihak terkait. Siang tadi ada dua orang yang hadir yaitu Pak Tulus dan Ibu Yuni dari YLKI."
Rencananya, jika tidak ada aral melintang, uji coba skema FIFO tersebut akan diterapkan hingga dua minggu ke depan untuk melihat reaksi masyarakat. "Selain di Terminal I, nanti juga akan kami uji cobakan di Terminal 2. Tapi ini masih tentatif, bisa juga kami lakukan lebih dari dua minggu."
Sementara dihubungi terpisah, Tulus Abadi, anggota pengurus harian YLKI mengaku sama sekali tidak hadir dalam uji coba skema FIFO di Terminal I Bandara Soekarno Hatta hari ini. "Saya tidak tahu, makanya saya tidak hadir. Mungkin anggota YLKI yang lain. Tapi hingga saat ini saya belum terima laporannya."
Tapi pada intinya, kata Tulus, Angkasa Pura II bisa menerapkan skema FIFO asal standar pelayanan taksi bandara sama dan Angkasa Pura II harus melakukan seleksi yang ketat terhadap operator taksi yang ingin beroperasi di bandara.
"Sebab, skema FIFO itu kan menyangkut hak konsumen (memilih taksi, red) yang akan dihilangkan. Konsumen mau tidak mau harus naik taksi yang sudah ada di depan mata dan tidak boleh memilih taksi yang biasa dia gunakan jika di bandara," ujarnya.
Untuk itu, ujar Tulus, Angkasa Pura II harus punya standar konsep pelayanan taksi bandara yang jelas. Jika tidak bisa menerapkan standar yang jelas, maka hal itu bisa menimbulkan penolakan dari masyarakat pengguna taksi.
"Apalagi jika skema FIFO diterapkan di Terminal 2 (internasional), karena tentunya Angkasa Pura II tidak mau mendapatkan keluhan dari turis yang datang ke Indonesia. Ini berkaitan dengan reputasi Angkasa Pura II." kata Tulus.
Sebelumnya, pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan masyarakat akan memilih taksi yang telah dikenal memiliki kualitas layanan baik demi kenyamanan dan keamanan mereka. Sistem FIFO mengharuskan masyarakat untuk naik taksi apa pun yang datang terlebih dahulu ke area pengangkutan penumpang di bandara.
"Karena itu, FIFO tidak bisa dilakukan karena masyarakat atau penumpang di bandara punya hak memilih di mana mereka tidak bisa dipaksa naik taksi tertentu. Hak memilih itu sejalan karena taksi di Jakarta banyak yang kualitasnya jelek, karena itu mereka memilih yang bagus," ujar Agus.