Jumat 18 Dec 2015 19:22 WIB

ICW Desak BPK Objektif Periksa Anggotanya Sendiri

Rep: c33/ Red: Andi Nur Aminah
Koordinator Divisi Investigasi  Indonesian Coruption Watch (ICW) Febri Hendri
Foto: Antara
Koordinator Divisi Investigasi Indonesian Coruption Watch (ICW) Febri Hendri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indoenesia Corruption Watch (ICW) menduga Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta berinisial EDN tersangkut kasus penjualan lahan di TPU Pondok Kelapa. ICW pun meminta BPK RI memeriksa EDN secara akuntabel dan objektif.

Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri meminta sidang Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK RI yang memproses kasus dugaan konflik kepentingan dan pelanggaran etik EDN harus obyektif dan bebas dari intervensi politik. Menurutnya, publik akan menilai apakah BPK bisa berlaku adil dan objektif ketika salah satu petingginya tersangkut kasus hukum.

"Apakah MKKE bersidang secara obyektif dan independen? Apakah putusan MKKE menjunjung tinggi integritas, independen dan profesionalitas pemeriksa BPK demi kepentingan negara serta mampu menjaga kehormatan BPK RI? Semuanya berada ditangan MKKE BPK RI, publik akan menilainya," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (18/12).

Febri mengatakan upaya EDN sebagai pemilik empat lahan tanah di tengah TPU Pondok Kelapa dan sekaligus Kepala BPK DKI Jakarta yang memerintahkan anak buahnya untuk mengaudit persoalan tanah tersebut dapat dinilai sebagai perbuatan konflik kepentingan. Sehingga persoalan tersebut dibawa oleh ICW ke MKKE BPK RI supaya sebagai suatu lembaga pemeriksa, BPK seharusnya berlaku independen. Ia memandang perlunya sikap objektifitas BPK sebelum memeriksa lembaga lain.

"Akuntabilitas internal BPK harus tuntas terlebih dahulu sebelum memeriksa akuntabilitas lembaga negara dan pemerintah lainnya," tegasnya.

Diketahui, lahan yang dimaksud adalah lahan di tengah area TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Adapun EDN menjabat sebagai Kepala BPK DKI pada akhir 2014. Menurut Febri, kecurigaan ICW berawal pada 2005, ketika lahan seluas 9.618 meter persegi itu dibeli EDN dari warga di sana. Saat itu, EDN masih menjadi staf BPK di kantor perwakilan lain.

Lahan yang mulanya terdiri atas empat bidang itu dibeli EDN dari tiga orang pemilik lahan di sana. Ada satu orang yang memiliki dua bidang lahan sekaligus. Tak lama setelah membeli lahan tersebut, EDN menawarkannya kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement