Rabu 16 Dec 2015 00:46 WIB

Penerapan Wajib Belajar 12 Tahun Masih Terkendala

Rep: c13/ Red: Agung Sasongko
Siswa Sekolah Menengah Pertama menyambut kedatangan Delegasi Negara Asia Afrika dengan bendera Indonesia saat KTT Asia Afrika yang berlangsung di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Rabu (22/4). (Republika/Raisan Al Farisi)
Siswa Sekolah Menengah Pertama menyambut kedatangan Delegasi Negara Asia Afrika dengan bendera Indonesia saat KTT Asia Afrika yang berlangsung di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Rabu (22/4). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir seluruh kalangan di Indonesia, baik masyarakat maupun pemerintah telah sepakat untuk mewujudkan Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun. Sebagian kalangan ini sudah berupaya banyak agar bisa mewujudkan program ini.

“Tapi sampai saat ini masih terkendala,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq dalam Seminar Nasional Wajib Belajar 12 Tahun di Gedung A, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jakarta, Selasa (15/12). Upaya-upaya serius mereka belum sepenuhnya terwujud dengan baik.

Menurut Maman, kendala ini berasal dari masalah payung hukumnya. Selain itu, keterbatasan anggaran juga menjadi halangan terwujudnya Wajar 12 Tahun.

Maman menjelaskan, sampai saat ini UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 belum direvisi. Padahal perihal ini sudah masuk prioritas Prolegnas sejak 2013 lalu. Bahkan, pada kampanye presiden lalu, para kandidat menjanjikan program Wajar 12 Tahun.

“Namun hingga kini pemerintah belum merealisasikan janjinya,” kata dia menerangkan.

Maman juga menambahkan, UU Sisdiknas selaku payung hukum memang belumn diamandemen sampai saat ini. Padahal payung hukum ini penting agar bisa memberikan perintah tentang Wajar 12 Tahun. Kondisi ini jelas menimbulkan tanya besar di tengah masyarakat. Hal in i terutama dirasakan oleh para aktivis dan pegiat pendidikan di tanah air.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang putusan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sidang yang dipimpin Ketua Panel Hakim Konstitusi Anwar Usman itu memutuskan menolak permohonan yang diajukan para pemohon karena tidak beralasan menurut hukum.

"Permohonan yang diajukan pemohon tidak beralasan menurut hukum," kata Anwar Usman saat membacakan putusan, Rabu (7/10).

Perkara yang terdaftar dalam nomor 92/PUU-XII/2015 ini dimohonkan oleh Network for Education Watch Indonesia (NEW Indonesia) atau Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Para pemohon merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 6 Ayat (1) UU Sisdiknas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement